TEMPO.CO, Jakarta - Inggris dan Uni Eropa masih belum menemukan kata sepakat dalam negosiasi Brexit mereka. Padahal, akhir masa transisi Brexit tinggal 5 pekan lagi dan mereka harus segera menentukan sikap sebelum itu.
Dikutip dari kantor berita Reuters, Uni Eropa akan mengirimkan negosiator mereka, Michael Bernier, ke Inggris dalam waktu dekat. Harapannya, segela perbedaan di antara Uni Eropa dan Inggris bisa dituntaskan dalam kunjungan itu. Adapun isu yang akan dinegosiasikan meliputi perikanan, persaingan usaha, serta penyelesaian konflik di kemudian hari.
"Sangat jelas bahwa masih ada perbedaan penting dan substansial yang perlu dijembatani. Kami akan mengupayakan penyelesaiannya," ujar Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Jumat, 27 November 2020.
Boris Johnson mengakui bahwa kepastian soal Brexit bergantung pada niat kedua pihak. Dengan kata lain, ia mengakui bahwa tidak akan ada keputusan jika baik Uni Eropa dan Inggris tidak mau berkompromi.
Michael Bernier, negosiator Uni Eropa, mengamini pernyataan Boris Johnson bahwa kedua kubu masih berputar-putar di isu yang sama. Sejauh ini, baik Uni Eropa dan Inggris sama-sama belum mau berkompromi. Oleh karenanya, menurutnya, keputusan baru akan ada di menit-menit terakhir.
Salah seorang diplomat Uni Eropa, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan bahwa perbedaan antara Inggris dan pihaknya masih sangat besar. Ia pesimistis negosiasi akan berujung pada sebuah keputusan mutual, terutama jika Inggris tak segera mengambil sikap.
Anggota Parlemen Eropa bereaksi setelah memberikan suara pada kesepakatan Brexit selama sesi pleno di Parlemen Eropa di Brussels, Belgia 29 Januari 2020. [REUTERS / Yves Herman / Pool]
Sudah Siap untuk No Deal Brexit
Walau Uni Eropa dan Inggris masih berupaya untuk mengakhiri transisi Brexit dengan keputusan mutual, mereka bersiap akan skenario terburuk: No Deal. Presiden Komisi Eropa, Ursula Von Der Leyen, sudah menyampaikan hal itu pada hari Rabu kemarin.
Apapun keputusan kedua kubu, hal itu akan menentukan apakah Inggris akan tetap memiliki akses ke pasar tunggal Eropa secara bebas atau tidak. Jika hasilnya No Deal, maka Inggris harus memikirkan imbas ke Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara karena mereka bagian dari Inggris Raya. Hal paling kompleks akan dialami Irlandia Utara karena ia berbagi perbatasan dengan Irlandia yang Eropa.
Per berita ini ditulis, hal yang masih menjadi masalah dalam negosiasi Brexit ada dua. Hal pertama adalah soal keseteraan dalam perdagangan (Level Playing Field). Jadi, jika Inggris ingin mendapatkan akses tanpa tarif ke pasar tunggal Uni Eropa, maka Inggris tidak boleh melakukan hal sebaliknya kepada negara-negara dari Eropa.
Untuk Level Playing Field, jika perdagangan bebas tarif tidak bisa didapat, Inggris mengharapkan kesepakatan yang menyerupai CETA. CETA (Comprehensive Economic and Trade Agreement) adalah kesepakatan dagang Uni Eropa dan Kanada. Dalam kesepakatan CETA, hanya barang-barang tertentu saja yang dikenai tarif atau cukai.
Selain Level Playing Field, hal kedua yang kerap diributkan dalam negosiasi Brexit adalah masalah Perikanan. Uni Eropa tahu betul bahwa perairan Inggris adalah salah satu yang terbaik untuk perikanan. Eropa ingin mendapatkan porsi di perairan tersebut, sementara Inggris menyatakan bahwa prioritas utama tetaplah kapal ikan mereka.
Presiden Amerika Terpilih Joe Biden sudah mewanti-wanti Inggris untuk berhati-hati mengambil keputusan. Ia khawatir No Deal Brexit akan berdampak ke perdagangan lintas batas yang selama ini terjadi di Irlandia dan Irlandia Utara. Padahal, hal itu diatur dalam Perjanjian Jumat Agung yang mendamaikan kedua sisi ketika berkonflik.
ISTMAN MP | REUTERS