TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Distrik Pusat Korea Selatan akhirnya menjatuhkan hukuman terhadap pelaku jaringan pemerasan seksual terbesar di Korea Selatan, Cho Joo-bin. Dikutip dari CNN, pria berusia 25 tahun tersebut divonis penjara 40 tahun karena terbukti melakukan kurang lebih 15 bentuk tindak pidana.
Beberapa tindak pidana yang ia lakukan meliputi pornografi, pelecehan seksual, pemerasan, penyebaran data pribadi, eksploitasi, kejahatan terorganisir, dan masih banyak lagi. Divonisnya Joo-bin mengakhiri kasus pelecahan seksual terbesar yang membuat gempar Korea Selatan akhir-akhir ini
"Dia juga terbukti bersalah memerintahkan pihak ketiga untuk memperkosa perempuan yang juga di bawah umur," ujar majelis hakim di Korea Selatan, Kamis, 26 November 2020.
Hukuman untuk Joo-bin tidak hanya penjara 40 tahun saja. Ia juga diwajibkan mengenakan gelang alarm selama 30 tahun agar tidak mencoba kabur. Selain itu, ia dikenai hukuman denda 10,64 juta Won Korea atau setara dengan Rp135 juta.
Jaksa sejatinya menuntut Joo-bin divonis penjara seumur hidup. Pertimbangan mereka, Joo-bin telah melakukan tindak pidana yang tidak terkira dampaknya selain menganiaya korbannya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Namun, hakim memiliki pertimbangan berbeda sehingga merasa 40 tahun sudah cukup untuk membuat Joo-bin kapok.
Hakim Lee Hyun-Woo menjelaskan pertimbangannya bahwa Joo-bin tidak memiliki catatan kriminal dan ia pun memiliki kesepakatan dengan para korbannya. Dengan kata lain, dalam beberapa kasus, tindak kejahatan ia lakukan dengan sepengetahuan korbannya. Walau begitu, kata Hyon-woo, hal itu bukan lantas membenarkan tindakan-tindakan Joo-bin.
Ilustrasi pornografi.[Sky News]
Korban Joo-bin tidak sedikit. Berdasarkan berkas perkara, ia sudah menjebak, mengeksploitasi, dan memeras 74 perempuan. Sebanyak 16 di antaranya berusia remaja. Modus operandinya diawali dengan membuka lowongan pekerjaan palsu. Kebanyakan berupa tawaran bekerja untuk model.
Dari lowongan pekerjaan palsu itu, Joo-bin mulai mengumpulkan data perempuan-perempuan yang berpotensi ia eksploitasi. Hal itu mulai dari alamat, nomor jaminan sosial, hingga foto. Kepada mereka, Joo-bin berdalih data itu untuk keperluan administrasi, termasuk pembayaran gaji.
Usai menentukan mangsanya, Joo-bin mulai meminta mereka untuk mengirimkan lebih banyak foto. Kali ini yang lebih sensual. Dari situ, Joo-bin baru kemudian mengungkapkan niat aslinya, memeras mereka agar mau bekerja untuknya sebagai bintang porno online. Jika tidak mau, maka semua data yang ia punya akan disebar ke publik. Korbannya tak punya pilihan lain.
Joo-bin membuka bisnisnya di Telegram. Memakai alias "Baksa', ia mengelola delapan akun dengan jumlah pelanggan bisa mencapai 10 ribu orang. Di sana, pelanggannya perlu membayar untuk bisa mengakses live-streaming korban-korbannya.
Ilustrasi video porno atau video asusila. Freepik.com
"Menimbang betapa seriusnya kejahatan yang ia lakukan, organisasi, sikap dia, serta kerusakan yang ia perbuat, tidak hanya kepada korban tetapi juga masyarakat, maka ia pantas dipenjara untuk waktu lama," ujar Hyun-Woo.
Joo-bin tidak ditangkap sendiri. Jaringannya juga dibabat oleh Kepolisian Korea Selatan, mulai dari kolaborator hingga pelanggan. Jumlah mereka lebih dari 120 orang. Beberapa di antaranya sudah divonis dengan hukuman penjara 7-15 tahun.
Hal yang mengejutkan, salah satu kolaborator Joo-bin pun ada yang di bawah umur. Oleh karenanya, ia dimasukkan ke pusat rehabilitasi remaja untuk durasi 5-10 tahun.
Lee Hyo-rin, pengurus koalisi yang memberikan perhatian khusus pada kejahatan seks digital, mengapresiasi langkah aparat penegak hukum. Putusan kepada Joo-bin bisa menjadi yurisprudensi untuk memberikan hukuman berat kepada pelaku-pelaku kejahatan serupa.
"Beberapa tahun terakhir, pelaku tindak pidana seksual digital kerap mendapat hukuman ringan. Banyak kasus serupa dan saya harap putusan kali ini menjadi acuan untuk memberikan hukuman berat kepada pelaku," ujar Hyo-rin mengakhiri.
ISTMAN MP | CNN | REUTERS
https://edition.cnn.com/2020/11/25/asia/korea-telegram-sex-crime-verdict-intl-hnk/index.html