TEMPO.CO, Jakarta - Paus Fransiskus untuk pertama kalinya menyebut etnis Muslim Uighur di Cina sebagai orang-orang yang teraniaya. Pernyataan itu adalah hal yang diharapkan aktivis HAM diucapkan Paus Fransiskus selama bertahun-tahun.
Dalam sebuah buku baru, yang berjudul ‘Let Us Dream: The Path to A Better Future’ setebal 150 halaman, Paus Fransiskus juga menyebut pandemi Covid-19 harus mendorong negara-negara agar secara permanen mendirikan sebuah pendapatan dasar universal.
Paus Fransiskus tiba di Aula Paulus VI untuk audiensi umum mingguan, menjaga jarak dari umat beriman karena penyakit coronavirus (COVID-19), di Vatikan, 21 Oktober 2020. Dalam wawancara, Paus mengusulkan untuk membuat undang-undang untuk melindungi hak-hak pasangan gay. REUTERS/Guglielmo Mangiapane
Buku ‘Let Us Dream: The Path to A Better Future’ adalah buku berbahasa Inggris, yang ditulis hasil kolaborasi penulis biografi Austen Ivereigh dan Paus Fransiskus. Dalam buku itu, Paus berbicara soal perubahan ekonomi, sosial dan politik yang dibutuhkan untuk mengatasi ketidak setaraan setelah pandemi ini berakhir.
Buku ‘Let Us Dream: The Path to A Better Future’ akan dijual pada 1 Desember 2020.
“Saya sering berfikir orang-orang yang teraniaya: Rohingya, etnis Uighur yang malang dan Yazidi,” kata Paus Fransiskus dalam sebuah bab, di mana dia juga berbicara tentang penganiayaan pada umat Kristien yang tinggal di negara-negara Islam.
Sebelumnya, Paus Fransiskus pernah berbicara soal etnis minoritas Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar dan pembunuhan pada kelompok Yazidi oleh Islamic State (ISIS) di Irak. Namun ini untuk yang pertama kalinya Paus Fransiskus menyebut etnis Uighur.
Banyak pemuka agama, aktivis dan beberapa negara di dunia menyebut adanya kejahatan kemanusiaan dan pembantaian yang terjadi terhadap etnis Uighur di Xinjiang, Cina. Lebih dari satu juta orang diduga di tahan di beberapa kamp.
Sumber: https://www.reuters.com/article/us-pope-book/pope-for-first-time-says-chinas-uighurs-are-persecuted-idUSKBN2832RU