TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dia tidak memiliki motif tersembunyi ketika dia menahan ucapan selamat atas terpilihnya Joe Biden dalam pemilu AS.
"Formalitas harus diikuti berdasarkan praktik yang mapan dan standar hukum. Tidak ada motif tersembunyi atau apa pun yang dapat merusak hubungan kami lebih jauh. Ini adalah pendekatan yang murni formal," kata Putin kepada televisi Rossiya 1, dikutip dari kantor berita TASS dan Sputnik, 22 November 2020.
Vladimir Putin mengatakan dia mengambil pendekatan menunggu karena melihat masih ada sengketa di pemilu AS.
"Ini bukan karena kami menyukai atau tidak menyukai seseorang, kami hanya menunggu akhir dari konfrontasi politik internal ini," kata Putin, seraya menambahkan bahwa dia memiliki rasa hormat yang sama untuk Trump dan Biden. "Kami akan bekerja dengan siapa pun, yang memegang kepercayaan rakyat AS. Tetapi kepada siapa kepercayaan ini diberikan, itu harus ditunjukkan melalui konvensi politik ketika salah satu pihak mengakui kemenangan pihak lain, atau hasil akhir dari pemilu harus dipastikan dengan cara yang sah dan legal."
Pemimpin Rusia itu mencatat bahwa penundaan formal dengan ucapan selamat tidak akan memperburuk hubungan antara Moskow dan Washington, yang menurutnya memang sudah rusak.
"Anda tidak bisa merusak hubungan yang rusak, itu sudah rusak," kata Putin mengomentari apakah penundaan dengan memberi selamat kepada pemenang pemilu AS dapat merusak hubungan dengan Washington.
Putin juga mengatakan bahwa semua orang memahami bahwa sistem pemilu AS memiliki kekurangan.
"Ini cukup jelas, jelas bagi semua orang di dunia, bagi saya tampaknya jelas bagi orang Amerika, ada masalah dalam sistem pemilihan AS...Seorang kandidat, yang menang di negara bagian ini atau itu, dia diuntungkan semua suara pemilih. Misalnya, ada 20. Mendapat 11, tapi mengambil semua 20. Tapi mungkin ada lebih sedikit pemilih di belakang pemilih ini...Apakah itu demokratis? Menurut saya, masalahnya jelas," papar Putin.
Bagaimanapun, Putin menjelaskan dia tidak bermaksud untuk menstigmatisasi sistem politik atau sistem pemilihan Amerika.
"Itu dilakukan sejak lama. Seperti yang dikatakan salah satu rekan saya di Amerika: 'Kami sudah terbiasa.' Praktiknya sudah dibentuk. Apakah perlu atau tidak mengubah apa pun di sana, itu bukan urusan kami," kata Putin.
Juru bicara kepresidenan Rusia Dmitry Peskov telah berulang kali menekankan bahwa Moskow siap bekerja dengan presiden mana pun yang dipilih oleh pemilih Amerika untuk menemukan cara untuk menormalkan hubungan Rusia-Amerika.
Jaringan media utama AS telah memproyeksikan calon dari Partai Demokrat Joe Biden menjadi pemenang pemilihan presiden 3 November, yang mendorong sejumlah besar pemimpin dunia dan politisi untuk memberi selamat kepada Biden dan cawapresnya, Kamala Harris.
Vladimir Putin adalah salah satu dari enam pemimpin dunia yang belum mengucap selamat ke Joe Biden sepekan setelah hasilnya jelas. Pemerintah Cina dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pada akhirnya menyampaikan ucapan selamat ke Biden, sementara Jair Bolsonaro dari Brasil, Andres Manuel Lopez Obrador dari Meksiko, dan Kim Jong Un dari Korea Utara belum mengucapkan ucapan resmi ke Joe Biden.
Berbeda dengan Joe Biden, pemerintah Rusia langsung memberi selamat kepada Donald Trump pada pilpres AS 2016, hanya beberapa jam setelah dia memenangkan 270 suara elektorat, menurut laporan CNN.
Joe Biden, yang saat itu menjadi wakil presiden Barack Obama, bertemu dengan Putin. Biden menegur Putin karena membungkam oposisi dan menganiaya taipan minyak Mikhail Khodorkovsky.
Kemudian dialog mereka berubah menjadi mengerikan dan canggung.
"Saya menatap mata Anda, dan saya tidak berpikir Anda memiliki jiwa," kenang Biden kepada Putin selama pertemuan 2011 di Kremlin, menurut laporan majalah New Yorker pada 2014.
"Dan dia kembali menatap saya, dan dia tersenyum, dan dia berkata, 'Kita saling memahami'," cerita Joe Biden tentang pertemuannya dengan Vladimir Putin.
Sumber:
https://sputniknews.com/world/202011221081242069-putin-reveals-why-he-hasnt-yet-congratulated-biden/
https://tass.com/politics/1226489
https://www.newyorker.com/magazine/2014/07/28/biden-agenda