TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan memberikan ucapan selamat kepada Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Joe Biden, sampai hasil Pilpres Amerika pada 3 November 2020, disahkan. Kremlin mengkaitkan hal ini dengan gugatan hukum yang dilayangkan Presiden Donald Trump terhadap hasil pemilu.
“Mengantisipasi pertanyaan Anda soal Putin mengucapkan selamat pada Presiden terpilih, saya ingin sampaikan hal seperti berikut. Kami merasa sepatutnya untuk menunggu hasil resmi,” kata Juru bicara Kremlin, Dimitry Peskov.
Tidak seperti kebanyakan pemimpin dunia lainnya, Vladimir Putin masih bungkam sejak media-media di Amerika ramai menyebut calon presiden dari Partai Demokrat tersebut memenangkan Pilpres Amerika 2020. Sampai berita ini ditulis, Joe Biden telah mendapat 306 suara elektoral. Capaian tersebut lebih dari cukup untuk melaju ke Gedung Putih menggantikan inkumben Presiden Donald Trump.
Sikap Vladimir Putin kontras dengan 4 tahun lalu. Ketika Donald Trump terpilih sebagai presiden pada Pilpres Amerika 2016, Kremlin segera mengirimkan ucapan selamat kepada pengusaha kelahiran New York tersebut. Peskov beralasan kondisi saat ini lebih rumit.
“Perbedaannya sangat jelas. Presiden sekarang (Donald Trump) telah mengambil sejumlah langkah hukum. Itu yang membuat situasi saat ini berbeda. Untuk itu, kami sangat percaya bahwa sudah tepat untuk menunggu hasil akhir yang sah diumumkan,” kata Peskov.
Sejumlah pendukung Donald Trump menggelar aksi unjuk rasa terkait hasil Pemilu AS, di Washington, AS, 14 November 2020. Dalam askinya, para pendukung Donald Trump meneriakkan slogan Stop the Steal. REUTERS
Donald Trump mengambil banyak langkah untuk memutarbalikkan hasil Pilpres Amerika 2020. Menurut laporan Reuters, setelah beberapa gugatan di pengadilan negara bagian gagal karena minimnya bukti, Donald Trump dikabarkan mencoba menciptakan kekacauan baru.
Strategi Donald Trump, menurut sejumlah pejabat Amerika yang mengetahuinya, adalah menimbulkan kebingungan soal hasil pilpres. Dari situ, kubu Donald Trump bertaruh warga akan menuntut Parlemen untuk turun tangan di negara bagian yang dimenangkan Joe Biden. Jika itu berhasil, maka akan makin lama hingga Putin bisa mengucapkan selamat.
Menanggapi isu ini, Teuku Rezasyah, dosen tetap jurusan Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran, Bandung, mengatakan sikap Vladimir Putin itu menunjukkan kenegarawaannya, yang mengedepankan hukum, sedangkan negara lain mengedepankan etika.
“Dia (Vladimir Putin) tidak mau mengganggu proses hukum. Mereka yang mengucapkan selamat itu mengedepankan etika, tanda kekerabatan. Ucapan itu pun sampaikan lewat telepon, bukan surat tertulis,” kata Rezasyah.
Menurut Rezasyah, pemimpin-pemimpin dunia memiliki pilihan untuk mengedepankan etika atau proses hukum dan sikap Vladimir Putin yang menahan diri harus dihargai.
“Kita tidak tahu ke depan akan seperti apa. Mungkin Biden akan menang, tapi peradilan mungkin bakal ramai lagi dan Putin tidak mau statement dia, digunakan untuk mempengaruhi hukum di AS,” kata Rezasyah.
Rezasyah meyakinkan, sikap Vladimir Putin itu tidak akan mempengaruhi hubungan bilateral Amerika – Rusia di bawah pemerintahan yang baru nanti. Menurut Rezasyah, jika Joe Biden disahkan menjadi Presiden Amerika, hubungan dia dan Vladimir Putin bakal berjalan secara normal. Apalagi, kata dia, Joe Biden dikenal sebagai sosok yang rasional.
Hubungan Amerika - Rusia di bawah Trump
Hubungan Amerika – Rusia di masa Donald Trump bisa dibilang penuh pasang surut. Pada Juli 2018, Dan Coats, yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Nasional Intelejen Amerika Serikat, mengatakan hasil analisa pihaknya cukup jelas bahwa Rusia telah mencampuri Pilpres Amerika 2016 dan sampai sekarang Rusia bahkan masih berusaha merusak demokrasi Negara Paman Sam tersebut.
Kasus penahanan Maria Butina, 32 tahun, perempuan asal Rusia, juga membuat hubungan Amerika - Rusia menghangat. Butina dituduh melakukan mata-mata secara ilegal di Amerika
Dia ditahan pada Juli 2018 dan dituntut gagal mendaftarkan secara patut sebagai agen mata-mata asing di Amerika. Presiden Putin menyebut persidangan terhadap Butina adalah sebuah parodi keadilan. Butina saat ini sudah dibebaskan oleh pengadilan AS.
Isu lain yang membuat hubungan AS-Rusia diselimuti ketegangan ketika Agustus 2019, Amerika secara resmi menarik diri dari pakta pengendalian senjata nuklir yang ditandatanganinya dengan Rusia. Keputusan itu diambil setelah yakin kalau Moskow mencederai pakta tersebut, dimana tuduhan ini berulang kali disangkal oleh Kremlin.
Rusia dituduh telah mengembangkan rudal jelajah, dimana hal ini melanggar pakta Pengendalian Senjata Nuklir jarak jauh. Rusia menyangkal tuduhan Amerika Serikat itu.
Jika Amerika dipimpin Joe Biden, apakah Amerika akan kembali ke pakta Pengendalian Senjata Nuklir jarak jauh? Rezasyah menilai Joe Biden mungkin masih akan bersikap hati-hati. Sebab Joe Biden itu adalah tipikal orang yang sangat mengedepankan riset.
“Dia akan mendengarkan tim ahli. Dia tidak akan berucap sembarangan. Joe Biden perlu waktu lama untuk mendiskusikan hal ini dengan tim ahlinya,” kata Rezasyah.
Menurut Rezasyah, Presiden Vladimir Putin dan Joe Biden adalah tipe yang hati-hati sehingga Amerika dan Rusia kemungkinan akan terus mengedepankan kerja sama. Dengan kata lain, diyakini tidak akan seriuh masa pemerintahan Donald Trump.
Pandangan Joe Biden Soal Vladimir Putin
"Aku memandang matamu dan menurutku kamu tidak punya hati" ujar Joe Biden (saat itu Wakil Presiden Amerika) kepada Vladimir Putin dalam pertemuan mereka di Kremlin 9 tahun lalu.
Vladimiri Putin tersenyum. Ia balik memandang Joe Biden dan membalasnya dengan berkata, "berarti kita paham satu sama lain".
Petikan percakapan antara Joe Biden dan Vladimir Putin pada 2011 tersebut, yang dikutip dari kantor berita Al Jazeera, memberi gambaran sikap mereka terhadap satu sama lain. Paling tidak, sikap mereka pada periode saat itu, ketika mantan Presiden Amerika Barack Obama masih menjadi bos dari Joe Biden.
Terhadap Rusia, Joe Biden tidak hanya bersikap rasional. Ia juga bersikap kritis. Ia beberapa kali mengkritik pemerintahan Rusia. Ia pernah mengkritik upaya Rusia memperkuat pengaruhnya di Georgia, soal dukungan Rusia terhadap Iran, atau yang terbaru soal dugaan meracuni figur oposisi Alexei Navalny.
Memenangi Pilpres Amerika 2020, Joe Biden menjadi Presiden Amerika kelima yang akan berhubungan dengan Rusia pimpinan Vladimir Putin. Dalam beberapa kesempatan, ia memastikan bahwa di bawah kepemimpinannya, Amerika akan bersikap lebih tegas dan kritis terhadap Rusia.
Donald Trump continues to cozy up to Russia while Putin persecutes civil society and journalists.
Now, opposition leader Alexei Navalny is in a coma after being poisoned. It's unacceptable.
Unlike Trump, I'll defend our democratic values and stand up to autocrats like Putin. https://t.co/OLjoGDaG4f
— Joe Biden (@JoeBiden) August 21, 2020
Ia membenarkan bahwa ia pun akan berusaha memperbaiki hubungan Amerika dengan negara-negara di daratan Eropa, termasuk Rusia. Namun, kata ia, bukan berarti Amerika tidak akan bersikap tegas. Dikutip dari Al Jazeera, Joe Biden memandang Rusia sebagai "ancaman terbesar" untuk Amerika.
"Berbeda dengan Trump, saya akan mempertahankan nilai-nilai demokrasi dan bersikap tegas di depan autokrat seperti Putin," ujar Joe Biden pada Agustus lalu.
Ada banyak hal di mana Joe Biden bisa bersikap tegas terhadap Rusia. Misalnya, soal damai di Ukraina. Di sana, kelompok separatis pro-Russia masih bertempur sejak 2014. Joe Biden, sejak menjadi Wakil Presiden Amerika, memiliki hubungan baik dengan negara tersebut dan mereka yang di Ukraina berharap ia bisa kembali memperkuat dukungan melawan kelompok separatis.
Di sisi lain, Rusia mengharapkan "normalisasi" dengan Amerika di bawah administrasi yang baru nanti, siapapun presidennya. Pada Oktober lalu, dikutip dari Al Jazeera, Vladimir Putin mengatakan, "Kami akan bekerjasama dengan Presiden Amerika berikutnya - dia yang mendapat banyak dukungan dari warga Amerika".
Sumber:
https://www.rt.com/russia/506164-putin-biden-election-congratulations/
https://www.aljazeera.com/features/2020/11/16/how-will-biden-stand-up-to-autocratic-putin