TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah perempuan Korea Selatan yang belajar untuk menjadi pengurus jenazah, bertambah. Ladang pekerjaan ini mulai dilirik di tengah perubahan sudut pandang peran gender dan derasnya permintaan agar jenazah perempuan diurus oleh petugas yang juga perempuan.
“Saya merasa tidak nyaman ketika teman sekelas saya dari jenis kelamin berbeda menyentuh tubuh saya, meskipun saya pakai baju lengkap. Saya pun tak mau mereka (laki-laki) menyentuh, membersihkan dan memakaikan tubuh saya yang tak berbusana ketika saya meninggal. Saya bertekad, itu harus sesama perempuan,” kata Park Se-jung, 19 tahun, yang belajar tata cara pengurusan jenazah.
Perempuan yang menjadi petugas pengurus jenazah di Korea Selatan bertambah jumlahnya. Sumber: Reuters
Kematian selebriti perempuan dan tokoh terkenal perempuan serta naiknya kejahatan seksual terhadap perempuan, telah membuat sensitifitas gender berubah dalam cara keluarga almarhum mengucapkan selamat tinggal pada nenek, ibu dan saudara perempuan mereka.
Tren ini muncul di tengah derasnya seruan untuk menindak tegas kekerasan seksual pada perempuan, termasuk serangkaian kejahatan lewat kamera tersembunyi, pornografi balas dendam dan jaringan online yang memeras perempuan agar membagikan gambar seksual mereka.
Lee Jong-woo, profesor bidang pengawetan jenazah dari Universitas Eulji di Seongnam mengatakan pada awal tahun 2000-an, sekitar satu-per-tiga murid pengurusan jenazah di Korea Selatan adalah perempuan, namun sekarang jumlah murid perempuan di kelas sudah hampir 60 persen.
“Dengan ideologi konfusianisme, kematian pada masa lalu dianggap sebuah hal tabu di Korea Selatan dan punya sudut pandang negatif apakah perempuan bisa menangani pekerjaan mengurus jenazah. Namun sudut pandang itu sekarang sudah berubah,” kata Lee.
Perusahaan-perusahaan pemakaman mengaku banyak menerima permintaan agar jenazah anggota keluarga mereka diurus oleh petugas pengurus jenazah perempuan.
“Orang muda yang meninggal umumnya karena bunuh diri dan keluarga yang berduka, khususnya jika yang meninggal adalah perempuan, maka mereka merasa lebih nyaman jika yang mengurusinya petugas perempuan,” kata Park Bo-ram, Direktur sebuah perusahaan pemakaman.
Angka bunuh diri di Korea Selatan salah satu yang tertinggi di dunia. Pada 2019, ada 24,6 kematian per 100 ribu orang. Jumlah itu lebih tinggi dibanding negara anggota OECD lainnya yang rata-rata 11.3.
Sepanjang 2019 itu, kematian di kalangan remaja Korea Selatan dan orang-orang di usia 20 tahun-an dan 30 tahun-an, tertinggi nomor satu. Pada tahun itu pula, lebih dari 4 ribu perempuan bunuh diri, diantaranya penyanyi muda perempuan Goo Hara dan Sulli.
Sumber: https://www.reuters.com/article/us-southkorea-jobs-women/women-handling-the-dead-more-female-morticians-in-south-korea-as-taboo-fades-idUSKBN27Y032