TEMPO.CO, Jakarta - Dalam waktu 1,5 bulan, masa transisi Brexit akan berakhir. Dengan kata lain, sebelum 31 Desember 2020, Inggris sudah harus memantapkan keputusannya apakah akan keluar dari Eropa dengan kesepakatan (Deal) atau tanpa kesepakatan (No Deal).
Menurut Menteri Keuangan Irlandia, Simon Coveney, waktu Inggris sungguh tipis untuk memantapkan pilihan. Idealnya, kata ia, Inggris sudah punya bayangan pilihan dalam dua pekan. Jika tidak ada, maka iya menyakini masa transisi Brexit akan berakhir tanpa kesepakatan.
"Ini benar-benar 1-2 pekan terakhir. Jika tidak ada terobosan dalam 1-2 pekan ke depan, saya rasa kita dalam masalah dan fokus akan berganti ke perpisahan tanpa kesepakatan berikut masalah-masalahnya," ujar Coveney, dikutip dari kantor berita Reuters, Senin, 16 November 2020.
Coveney mengaku masih optimistis bahwa masa transisi Brexit akan berakhir dengan Inggris dan Uni Eropa mencapai kata sepakat. Menurutnya, kedua belah pihak tahu betul keuntungan yang bisa didapat apabila kesepakatan berhasil dicapai. Probelmnya, kata ia, hanyalah apakah kedua pihak siap berkompromi untuk mencapai kata sepakat atau tidak.
Seorang wanita mengibarkan bendera setelah Inggris resmi keluar dari Uni Eropa di Lapangan Parlemen di London, 31 Januari 2020. Inggris adalah negara pertama yang menarik diri dari Uni Eropa dalam sejarahnya. REUTERS
Per berita ini ditulis, hal yang masih menjadi masalah dalam negosiasi Brexit ada dua. Hal pertama adalah soal keseteraan dalam perdagangan (Level Playing Field). Jadi, jika Inggris ingin mendapatkan akses tanpa tarif ke pasar tunggal Uni Eropa, maka Inggris tidak boleh melakukan hal sebaliknya kepada negara-negara dari Eropa.
Untuk Level Playing Field, jika perdagangan bebas tarif tidak bisa didapat, Inggris mengharapkan kesepakatan yang menyerupai CETA. CETA (Comprehensive Economic and Trade Agreement) adalah kesepakatan dagang Uni Eropa dan Kanada.
Dalam kesepakatan CETA, hanya barang-barang tertentu saja yang dikenai tarif atau cukai. Beberapa di antaranya adalah daging sapi, daging ayam, dan telur. Selain itu, ada kuota juga yang wajib dipatuhi agar jumlah barang yang diekspor ataupun diimpor tidak berlebih.
Selain Level Playing Field, hal kedua yang kerap diributkan dalam negosiasi Brexit adalah masalah Perikanan. Uni Eropa tahu betul bahwa perairan Inggris adalah salah satu yang terbaik untuk perikanan. Eropa ingin mendapatkan porsi di perairan tersebut, sementara Inggris menyatakan bahwa prioritas utama tetaplah kapal ikan mereka.
"Sikap dan batasan-batasan yang kami tetapkan belum berubah dan kami siap akan kemungkinan apapun. Tentu saja kami berharap ada kesepakatan dan semua itu tergantung Eropa apakah mereka mau," ujar Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock.
Negosiator Inggris, David Frost, mengklaim perkembangan bagus terjadi dalam negosiasi Brexit. Ia bahkan menyatakan sudah ada rancangan awal tentang kesepakatan kedua pihak walau beberapa poin masih harus dibahas.
"Kita bisa saja gagal. Kami ingin mendapat kesepakatan yang sejalan dengan kedaulatan Inggris di mana kami memiliki kendali atas hukum, perdagangan, dan perairan," ujar Frost mengakhiri.
ISTMAN MP | REUTERS