TEMPO.CO, Jakarta - Uni Eropa mendesak Cina untuk membatalkan aturan yang memperbolehkan Hong Kong mendiskualifikasi anggota parlemen pro-demokrasi. Menurut Uni Eropa, berlakunya aturan tersebut adalah pukulan telak terhadap demokrasi, kebebasan berpendapat, pluralisme, dan otonomi Hong Kong.
'Keputusan sepihak terbaru dari Beijing (Cina) telah merendahkan otonomi Hong Kong yang menganut prinsip Satu Negara Dua Sistem," ujar pernyataan pers Uni Eropa sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Kamis, 12 November 2020.
Diberitakan sebelumnya, empat anggota parlemen pro demokrasi di Hong Kong baru saja didiskualifikasi oleh pemerintahan setempat. Alasan di balik diskualifikasi tersebut, karena keempatnya berseberangan dengan Pemerintah Hong Kong. Mereka adalah Alvin Yeung, Dennis Kwok, Kwok Ka-ki dan Kenneth Leung.
Diskualifikasi itu sendiri mengacu pada regulasi baru yang belum lama ini disahkan Pemerintah Hong Kong dan Cina. Dalam regulasi baru itu, pemerintah memiliki kuasa untuk menindak anggota parlemen yang berseberangan tanpa melalui sidang. Salah satu isinya, apabila seorang anggota parlemen mendukung Hong Kong merdeka, maka tidak qualified karena mengancam keamanan.
Selain dilarang mendukung gerakan Hong Kong Merdeka, anggota parlemen juga dilarang bekerjasama dengan pihak asing. Jika membandel, maka akan dianggap pengkhianat dan didepak dari parlemen juga.
Aksi diskualifikasi itu tak ayal mendapat respon keras dari oposisi lainnya di parlemen. Sebagai bentuk solidaritas, mereka memutuskan untuk mundur sebagai anggota legislatif dan melanjutkan perjuangan mereka di tempat lain. Walau begitu, mereka mengakui bahwa perjuangan demokrasi di Hong Kong kian berat dengan adanya regulasi baru itu dan UU Keamanan Nasional Hong Kong yang menyasar aktivis pro demokrasi.
Uni Eropa tidak menyatakan apakah mereka akan mendukung para penentang pemerintah lewat sanksi. Mereka hanya menyatakan bahwa Hong Kong harus membatalkan regulasi baru itu dan mengangkat kembali mereka yang dipecat serta mundur.
Inggris Ikut Memprotes
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab.[Sky News]
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, menyebut apa yang dilakukan Hong Kong serta CIna adalah pelanggaran kesepakatan bilateral. Kesepakatan bilateral yang dimaksud Raab. adalah Deklarasi Bersama Sino-Inggris di tahun 1984.
Dalam deklarasi itu, Hong Kong mendapat jaminan otonomi dengan prinsip Satu Negara Dua Sistem. Kondisi sekarang adalah sebaliknya di mana Cina kian kuat dan memberangus siapapun yang menentang mereka. Menurut Raab, setidaknya sudah tiga kali Cina dan Hong Kong melanggar kesepakatan itu.
"Inggris akan mendukung warga Hong Kong karena hak dan kebebasan mereka telah direngut. Bersama rekan internasional kami, kami akan mendesak pertanggungjawaban dari Cina berdasarkan hukum internasional," ujar Raab.
Kepala Pemerintahan Hong Kong, Carrie Lam, belum memberkan tanggapan ketika hal ini ditulis. Sebelumnya, ia bersikeras dengan keputusan administrasinya mendiskualifikasi empat anggota parlemen pro demokrasi.
"Kami tidak bisa membiarkan anggota Parlemen, yang secara hukum dinyatakan tidak mampu menjalankan tugasnya, untuk tetap bertahan di Parlemen Hong Kong," ujar Carrie Lam.
ISTMAN MP | REUTERS