TEMPO.CO, Jakarta - Seorang tahanan Palestina, yang dipenjara Israel tanpa proses pengadilan, pada Jumat kemarin mengakhiri mogok makan 103 hari setelah dirinya diyakinkan akan segera dibebaskan, kata kelompok advokasi Palestinian Prisoners Club.
Seorang pejabat keamanan Israel mengkonfirmasi bahwa Maher Al-Akhras, 49 tahun, telah mengakhiri aksi mogok makannya dan akan dibebaskan pada 26 November di akhir penahanan empat bulannya. Pejabat itu tidak mengatakan apakah Akhras telah ditawari jaminan khusus, menurut laporan Reuters, 9 November 2020.
Akhras, seorang penduduk kota Jenin di utara Tepi Barat yang dijajah Israel, ditahan pada 27 Juli di bawah perintah "penahanan administratif" Israel. Dia mulai mogok makan pada hari penangkapannya.
Seorang pejabat keamanan Israel mengkonfirmasi kepada CNN bahwa Al-Akhras telah mengakhiri aksi mogok makannya dan akan dibebaskan pada 26 November tetapi tidak akan berkomentar apakah ada komitmen khusus yang telah dibuat.
Dikutip dari Reuters, badan keamanan internal Israel Shin Bet mengatakan Akhras ditahan setelah menerima informasi bahwa dia adalah seorang agen dari kelompok militan Jihad Islam, sebuah tuduhan yang dibantah oleh istrinya.
Maher Al-Akhras, 49 tahun, seorang Palestina terbaring di ranjang rumah sakit di Rehovot, Israel 13 Oktober 2020. [Taghreed Al-Akhras / Handout via REUTERS]
Akhras, yang telah berada di rumah sakit Israel dan menderita sakit jantung dan kejang, telah bersumpah untuk terus menolak makanan padat meskipun ada keputusan pada bulan Oktober oleh Mahkamah Agung Israel untuk tidak memperpanjang penahanannya.
Tetapi setelah menerima apa yang disebut "komitmen tegas oleh Israel untuk tidak memperbarui penahanan administratifnya...Maher Al-Akhras memutuskan untuk mengakhiri mogok makan mulai hari ini, Jumat 6 November", ujar Palestinian Prisoners Club.
Akhras akan tetap di rumah sakit di Israel sampai akhir penahanannya, kata pejabat keamanan Israel, yang berbicara tanpa menyebut nama.
Berbicara kepada CNN, Maher Al-Akhras, seorang petani berusia 49 tahun dari Silat Al Dhaher di utara Tepi Barat, mengatakan dia telah meraih kemenangan untuk semua rakyat Palestina, bukan hanya untuk dirinya.
Al-Akhras mengatakan kepada dia memulai mogok makan pada Juli untuk memprotes penahanan administratif oleh Israel, yang memungkinkan pihak berwenang Israel untuk menahan orang-orang tanpa batas waktu tanpa mengajukan tuntutan atau memberikan bukti, jika mereka yakin ada ancaman keamanan yang akan segera terjadi.
"Masalah penahanan administratif telah dibuka kembali, dengan begitu banyak tanda tanya," kata Al-Akhras. "Kekuatan yang saya miliki selama ini berasal dari dukungan yang saya terima dari orang-orang di luar yang menuntut keadilan."
Istrinya, Taghreed, mengatakan aksi mogok makan telah memperparah kondisi suaminya dan anggota keluarga lainnya.
"Dia menderita jantung yang sangat lemah dan kesulitan bernapas. Dia tidak bisa bergerak atau berdiri," kata Taghreed. "Putri kami yang berusia enam tahun, Tuqa, bertanya mengapa dia ditangkap. Dia tidak sabar untuk bertemu ayahnya, dia pulang (setelah dari mengunjungi ayahnya) dalam keadaan emosional yang sangat sulit."
Kasus tersebut mendapat perhatian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa, dan lembaga lainnya.
Utusan PBB untuk Timur Tengah Nickolay Mladenov mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB pada Oktober bahwa dia sangat prihatin atas memburuknya Al Akhras.
"Terlepas dari tuduhan terhadap Tuan Al-Akhras, Uni Eropa menegaskan kembali keprihatinannya yang sudah lama ada tentang penggunaan ekstensif oleh Israel atas penahanan administratif tanpa dakwaan resmi," kata Uni Eropa.
Kementerian Luar Negeri Israel menanggapi dengan marah pernyataan Uni Eropa, mengatakan bahwa mogok makan digunakan sebagai alat politik oleh teroris dan organisasi teroris.
"Jihad Islam Palestina adalah organisasi teroris yang diakui oleh UE. Sangat mengecewakan bahwa UE mendukung kampanye semacam itu," kata Kemenlu Israel.
Sementara menurut B'Tselem, sebuah organisasi hak asasi manusia Israel, sekitar 355 warga Palestina, di antaranya dua anak di bawah umur, ditahan dalam penahanan administratif di fasilitas Layanan Penjara Israel pada Agustus.
Ada sekitar 5.000 warga Palestina di penjara Israel, 350 di antaranya di bawah penahanan administratif, kata pejabat Palestina. Pejabat Israel mengklaim penahanan tanpa pengadilan kadang-kadang diperlukan untuk melindungi identitas para pelaku yang menyamar.
Sumber:
https://www.reuters.com/article/israel-palestinians-prisoner-int-idUSKBN27M2D1
https://edition.cnn.com/2020/11/08/middleeast/maher-al-akhras-hunger-strike-israel-intl/index.html