TEMPO Interaktif, Bangkok: Angkatan bersenjata Thailand menyatakan siap berkonfrontasi dengan Kamboja atas sengketa perbatasan kedua negara.
"Angkatan bersenjata kembali menegaskan bahwa ketiga angkatan--darat, laut, dan udara--siap berkonfrontasi di wilayah itu dan percaya diri dengan potensinya untuk mempertahankan kedaulatan Thailand," kata juru bicara militer Thailand, Kolonel Sansern Kaewkamnerd, pada Selasa (14/10).
Situasi perbatasan Thailand dan Kamboja, tepatnya di wilayah reruntuhan Candi Preah Vihear, yang diklaim kedua negara sebagai milik mereka, terus memanas. Sebelumnya, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengultimatum pasukan Thailand yang dianggap telah memasuki wilayah Kamboja untuk segera keluar. Jika tidak, tempat itu akan menjadi medan perang.
Hun Sen, dalam sebuah forum ekonomi di Phnom Penh kemarin, mengatakan, "Saya telah memerintahkan seluruh komandan militer untuk bertanggung jawab atas wilayah itu. Wilayah ini adalah zona perang, hidup atau mati," katanya. "Semut tak bisa melukai gajah. Mereka (Thailand) tak boleh melakukan itu."
Kamboja mengklaim, sejak pukul 10. 20, sebanyak 80 anggota pasukan Thailand itu telah keluar dari wilayah sengketa. "Mereka menarik diri dari wilayah itu sekitar pukul 10.20 dan kembali ke markas yang berjarak beberapa kilometer," kata Brigadir Jenderal Yim Pim, seorang pemimpin militer Kamboja.
Yim Pim mengatakan tak ada konfrontasi di wilayah sengketa. "Namun, kami dalam kewaspadaan tinggi," katanya.
Bantahan langsung dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Thailand Sompong Amornviwat. "Delapan puluh prajurit tetap akan berada di wilayah sengketa karena Thailand telah menjaga wilayah itu selama 20 hingga 30 tahun," kata Sompong.
Dia menjelaskan, dari 80 prajurit itu, 20 orang di antaranya adalah pekerja pembersihan ranjau dan sisanya menjaga prajurit pembersih ranjau itu. "Thailand menegaskan tak pernah melanggar wilayah mana pun."
Sompong mengatakan ultimatum yang dikeluarkan Hun Sen bertentangan dengan semangat persahabatan antarnegara tetangga dan mencederai pakta regional.
Jika Kamboja menggunakan kekuatan bersenjata, "Thailand akan menggunakan haknya mempertahankan diri," ujar Sompong. Pihaknya, kata Sompong, juga tengah menginvestigasi apakah Phnom Penh telah melanggar pakta internasional dengan menyebar ranjau darat selama sengketa berlangsung.
Mahkamah Internasional telah memutuskan Kuil Preah Vihear adalah milik Kamboja, namun tanah-tanah yang mengelilinginya masih menjadi sengketa. Ketegangan di antara kedua negara pertama kali terjadi pada Juli, yakni setelah kuil itu masuk situs warisan dunia oleh Badan Dunia PBB untuk Kebudayaan (UNESCO).
Ketegangan memuncak dengan konfrontasi militer. Sebanyak 1.000 pasukan Kamboja dan Thailand berhadapan selama enam pekan meskipun akhirnya kedua negara setuju mengurangi jumlah pasukan pada Agustus lalu.
Di Bangkok, Perdana Menteri Somchai Wongsawat mengadakan pertemuan darurat dengan para petinggi militer dan mengatakan dia tak menentang penarikan mundur pasukannya dari wilayah sengketa, namun kedua pihak harus setuju atas detail-detail kesepakatan. "Kami mengusulkan rincian penarikan pasukan harus dilakukan oleh komite bersama," ujarnya.
AFP/Bangkok Post/ the Nation/Juli Hantoro