TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-o-cha, mengatakan pemerintah perlu mengontrol kegiatan protes ilegal saat membuka sidang istimewa parlemen pada Senin kemarin.
Prayuth merupakan bekas pimpinan junta militer dan melakukan kudeta pada pertengahan 2014. Dia terpilih sebagai PM lewat pemilu 2019, yang dituding oposisi penuh rekayasa.
“Meskipun rakyat memiliki kebebasan untuk memprotes berdasarkan konstitusi, otoritas perlu mengontrol kegiatan protes ilegal,” kata Prayuth, yang meminta sidang istimewa parlemen pada Senin dan Selasa pekan ini, seperti dilansir Channel News Asia pada Senin, 26 Oktober 2020.
Prayuth sedang menghadapi aksi protes berupa gelombang demonstrasi massal, yang telah berlangsung selama sekitar tiga bulan.
Massa demonstran, yang dimotori kelompok mahasiswa dan pemuda, mendesak Prayuth untuk mundur dari jabatannya sebagai PM. Mereka juga meminta konstitusi baru dan reformasi kerajaan.
“Kita tidak ingin melihat bentrokan atau kerusuhan terjadi di negara ini,” kata Prayuth sambil menuduh sejumlah demonstran melakukan tindakan tidak patut.
Prayuth mengakui adanya tiga tuntutan warga Thailand itu. Namun, sidang parlemen, yang dikuasai pendukung Prayuth, tidak memasukkannya ke dalam agenda pembahasan.
Namun, parlemen akan membahas insiden awal bulan ini saat sejumlah demonstran mengacungkan salam tiga jari ke arah rombongan kendaraan Ratu Suthida, yang sedang melintas.
Tindakan seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Thailand. Keluarga kerajaan sangat dihormati dan dilindungi oleh undang-undang anti-pencemaran nama baik. Mengkritik keluarga kerajaan juga dianggap tabu.
Sumber
https://www.channelnewsasia.com/news/asia/thailand-pm-says-illegal-protests-must-be-controlled-parliament-13376142