TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Amerika, Mike Pompeo, waswas dengan berakhirnya embargo perdagangan senjata ke Iran pada Ahad kemarin. Menurutnya, hal tersebut berpotensi mengganggu upaya negara-negara yang mencoba menciptakan kestabilan dan kedamaian di Timur Tengah.
Merespon hal tersebut, Mike Pompeo menyatakan bahwa Amerika akan lebih tegas dalam menerapkan sanksi untuk Iran. Siapapun yang ketahuan berbisnis dengan Iran, terutama dalam hal persenjataan, akan mendapat sanksi individu maupun lembaga.
"Amerika siap menggunakan otoritas domestiknya untuk menerapkan sanksi terhadap individu ataupun entitas yang berkontribusi terhadap pengadaan, penjualan, ataupun transfer persenjataan ke Iran," ujar Pompeo pada Ahad kemarin, waktu Amerika, sebagaimana dikutip dari Arab News, 18 Oktober 2020.
Mike Pompeo menjelaskan, berakhirnya embargo bisa memicu konflik karena Iran bisa lebih keras dalam membalas protes atau perlawanan. Dengan kata lain, jika ada negara yang berupaya mencegah perdagangan senjata ke Iran, hal tersebut berpotensi memicu konflik baru di Timur Tengah.
Hal senada disampaikan oleh pakar hubungan Iran-Amerika dari Harvard, Majid Rafizadeh. Ia mengatakan, berakhirnya embargo memungkinkan Iran untuk mendapat supplai persenjataan dari berbagai negara. Hal itu, kata ia, bisa mendorong terorisme lagi dari sana mengingat Iran dicap sebagai salah satu sponsor utamanya.
Baca Juga:
"Persenjataan canggih bisa jatuh ke diktator Suriah Bashar Assad dan milisi seperti Houthi, Hizbullah, Hamas, dan faksi-faksi yang disokong Iran di Irak," ujar Rafizadeh.
Sementara itu, pakar keamanan Theodore Karasik berpendapat Iran kemungkinan akan membeli persenjataan dari Cina dan Rusia. Rusia, kata ia, bisa menyediakan misil anti-tank Kornet, sementara Cina menyediakan pengacau serangan drone.
"Melihat budaya Iran melakukan pengembangan teknologi-teknologi persenjataan yang sudah ada, kemungkinan mereka akan membeli senjata-senjata kecil (untuk kemudian dikembangkan ulang)."
"Iran juga bisa membeli alat pertahanan udara seperti S-400 atau alat pertahanan laut Bastion dari Rusia. Dari Cina, diperkirakan Iran akan membeli misil anti kapal perang C-802 dan kapal patroli," ujar Karasik menambahkan.
Iran membantah mereka akan belanja senjata besar-besaran seperti anggapan banyak orang. Kementerian Luar Negeri Iran, dalam keterangan persnya, menyatakan akan lebih mengutamakan pengembangan senjata dalam negeri dibanding belanja agresif.
"Doktron pertahanan Iran mengandalkan rakyat dan kemampuan dalam negeri. Sistem senjata tidak konvensional, senjata pemusnah massal, dan memborong senjata tidak ada dalam doktrin pertahanan kami," ujar Kementerian Luar Negeri Iran Ahad kemarin.
ISTMAN MP | ARAB NEWS