TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 1 juta orang di negara bagian Rakhine tidak dapat memberikan suara dalam pemilu Myanmar. Jumlah itu mendekati dua per tiga populasi Rakhine.
Komisi Pemilu Myanmar hari Jumat, 16 Oktober 2020 merilis data yang menyatakan, masalah keamanan menjadi alasan pemberian suara tidak dapat dilakukan di Rakhine, seperti dikutip dari Channel News Asia.
Dari jumlah yang tidak memberikan suara, sekitar 600 ribu merupakan etnis Rohingya yang tersisa di Rakhine.
"Area-area khusus itu tidak dapat menjamin kondisi untuk berlangsung pemilihan yang bebas dan adil dan itu mengapa pemilihan dibatalkan," ujar Komisi Pemilihan dalam pernyataannya pada Jumat malam.
Selain itu, lebih dari satu juta etnis Rohingya tanpa memiliki kewarganegaraan kini tinggal di kamp pengungsi di Bangladesh.
Sekretaris Partai Arakan Nasional Rakhine atau ANP, Tun Aung Kyaw mengatakan keputusan membatalkan pemberian suara lebih pada alasan politik daripada keamanan.
"Sebagian besar kota di negara bagian Rakhine di mana pemilihan tidak dilaksanakan merupakan wilayah yang pasti dimenangkan ANP, jadi ini taktik yang disengaja. Ini diskriminasi terhadap etnis minoritas," kata Aung.
Direktur eksekutif People's Alliance for Credible Elections, organisasi pemantau pemilu, Sai Ye Kyaw Swar Myint mengatakan mnanuver ini akan berdampak besar pada dinamika politik Rakhine.
Pekan ini 3 kandidat partai pemenang pemilu, Liga Demokrasi Nasional atau NLD yang menyokong Aung San Suu Kyi diculik beberapa pria bersenjata tidak dikenal di Rakhine.
Suu Kyi diperkirakan kembali memenangkan pemilu pada 8 November mendatang.
Selain di Rakhine, Komisi pemilu Myanmar juga akan membatalkan pemilu di beberapa area yang dalam situasi konflik di antaranya di negara bagianShan dan Kachin.