TEMPO.CO, Jakarta - Saling tuding antara Armenia dan Azerbaijan terkait Nagorno-Karabakh makin luas. Perkembangan terbaru, Azerbaijan menuding Armenia ingin mengincar pipa minyak dan gas di Nagorno-Karabakh. Sebab, jika pipa tersebut rusak, dampaknya akan terasa mengingat keberadaannya berkaitan dengan penyaluran migas secara internasional.
"Armenia ingin menyerang dan mengambil alih pipa kami," ujar Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu, 14 Oktober 2020.
Aliyev mengancam, apabila Armenia sampai mengambil aliha pipa gas di Nagorno-Karabakh, maka akan ada balasan berat untk mereka. Kementerian Pertahanan Azerbaijan, dalam kesempatan terpisah, menambahkan bahwa mereka tidak akan ragu juga menghancurkan seluruh fasilitas militer Armenia sebagai balasan.
Armenia membantah tudingan Azerbaijan perihal mereka berniat menyerang dan mengambil alih jalur pipa internasional di Nagorno-Karabakh. Walau begitu, Kementerian Pertahanan Armenia menyampaikan bahwa mereka memiliki hak untuk menyerang instalasi atau pergerakan militer apapun yang dimiliki Azerbaijan.
PM Armenia, Nikol Pashinyan, melanjutkan bahwa yang seharusnya dikhawatirkan itu justru Azerbaijan. Sebab, kata Pashinyan, Azerbaijan berniat mengambil alih paksa Nagorno-Karabakh, bukannya mengupayakan jalur damai.
"Azerbaijan dan Turki tidak mau menghentikan agresi militer mereka, membuat situasi di daerah konflik sangat sulit," ujar Pashinyan soal pertempuran dengan Azerbaijan.
Di luar Nagorno-Karabakh, negara-negara tetangga khawatir pertempuran antara Azerbaijan dan Armenia makin luas dan melibatkan negara-negara lain. Kekhawatiran utama, Rusia (sekutu Armenia) dan Turki (sekutu Azerbaijan) turut serta dalam pertempuran yang terjadi.
Turki sudah memberi sinyal bahwa mereka tidak akan ragu untuk membantu Azerbaijan. Sementara itu, Rusia, meminta pertempuran di Nagorno-Karabakh segera dihentikan dan dilanjutkan dengan negosiasi secara diplomatis. Mereka tidak setuju apabila konflik di sana meluas sampai melibatkan negara lain.
"Kami tidak setuju dengan pandangan Turki seperti yang sudah berkali-kali disampaikan Presiden Aliyev. Bukan rahasia bahwa kami tidak setuju dengan pandangan langkah militer diperlukan," ujar Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.
Per berita ini ditulis, jumlah korban akibat pertempuran terkait Nagorno-Karabakh sudah mencapai 500 orang lebih.
ISTMAN MP | REUTERS