TEMPO.CO, Jakarta - Situasi di Nagorno-Karabakh dikabarkan masih panas walau kesepakatan gencatan senjata sudah diteken dan diberlakukan pada Sabtu kemarin, 10 Oktober 2020. Tak lama setelah gencatan senjata berlaku, kedua negara yang berkonflik di Nagorno-Karabakh, Armenia dan Azerbaijan, malah saling tuding soal serangan ke wilayah masing-masing.
Kementerian Luar Negeri Nagorno-Karabakh, dalam keterangan persnya, menyakini Azerbaijan lah yang lebih dulu menyerang usai gencatan senjata diberlakukan. Mereka bahkan menuding Azerbaijan memanfaatkan gencatan senjata untuk menyiapkan serangan di Nagorno-Karabakh.
"(Sekarang) satu-satunya cara untuk mencapai kedamaian di Nagorno-Karabakh adalah mendesak komunitas internasional mengakui Nagorno-Karabakh sebagai republik merdeka," ujar keterangan pers Kementerian Luar Negeri Nagorno-Karabakh.
Berdasarkan hukum internasional, Nagorno-Karabkah adalah bagian dari Azerbaijan yang kemudian memisahkan diri ketika Uni Soviet runtuh. Sekarang, Nagorno-Karabkah dihuni oleh etnis Armenia, bahkan memiliki pemerintahannya sendiri. Hal inilah yang memicu konflik kedua negara.
Azerbaijan dan Armenia sudah berkali-kali bertempur memperebutkan Nagorno-Karabakh. Dalam pertempuran terbaru tahun ini, pertempuran keduanya memakan korban ratusan orang . Khawatir konflik itu berkembang lebih luas, negara-negara tetangga kemudian mendorong Armenia dan Azerbaijan melakukan gencatan senjata.
Gencatan senjata disepakati pagi tadi setelah 10 jam negosiasi dan berlaku sejak jam 12 siang waktu setempat. Untuk durasinya, hanya sementara menurut Menteri Luar Negeri Azerbaijan Jeyhun Bayramov.
"Gencatan senjata itu hanya akan berlangsung selama Palang Merah belum selesai membantu pertukaran jenazah dan tahanan," ujar Bayramov. Bayramov menambahkan bahwa Azerbaijan tetap berkomitmen mengambil alih Nagorno-Karabakh sebagai milik negaranya sepenuhnya.
ISTMAN MP | REUETRS