TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Perdana Menteri Lebanon, Hassan Diab, mengatakan setiap upaya mencabut subsidi pada barang kebutuhan utama akan mendapat penolakan dan bisa memicu kerusuhan sosial.
Diab, yang mundur dari posisi PM, mengatakan pemerintah telah menghabiskan dana sekitar US$4 miliar atau sekitar Rp58,7 triliun. Diab mundur dua bulan lalu pasca ledakan besar di Pelabuhan Beirut, yang memperburuk krisis ekonomi di negara ini
“Dia memperingatkan semua pihak yang mendukung langkah itu termasuk bank sentral akan bertanggung jawab jika terjadi kerusuhan di negara itu,” begitu dilansir Reuters pada Jumat, 9 Oktober 2020.
Diab meminta dana subsidi diberikan kepada warga miskin yang membutuhkan sehingga dana itu tidak dicabut seluruhnya.
Dana subsidi itu digunakan untuk produk makanan, obat-obatan, tepur dan gandum impor.
Lebanon menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak 1975-1990 saat terjadi perang sipil.
Ini membuat banyak warga yang semakin tergantung pada makanan, obat-obatan dan bahan bakar bersubsidi.
Saat ini, Lebanon hanya memiliki sisa cadangan devisa sekitar US$1,8 miliar atau sekitar Rp26,4 triliun. Dana itu untuk membeli bahan makanan dan kebutuhan lain yang masih diimpor dan bisa bertahan selama enam bulan.
Sumber