TEMPO.CO, Jakarta - Para pemilih di Jenewa, Swiss, telah setuju untuk memberlakukan upah minimum regional yang setara dengan 23 franc Swiss atau sekitar Rp 370 ribu per jam dan diyakini sebagai upah minimum tertinggi di dunia.
Menurut data pemerintah, 58% pemilih kanton atau regional mendukung prakarsa menetapkan upah minimum 23 franc Swiss per jam, yang didukung oleh koalisi serikat pekerja dan bertujuan untuk memerangi kemiskinan, mendukung integrasi sosial, dan berkontribusi untuk menghormati martabat manusia.
Swiss sendiri tidak memiliki undang-undang upah minimum nasional, namun Jenewa adalah wilayah keempat dari 26 kanton yang memberikan suara mengenai masalah tersebut dalam beberapa tahun terakhir setelah Neuchâtel, Jura, dan Ticino.
"Upah minimum baru ini akan berlaku bagi sekitar 6% pekerja kanton per 1 November," kata Penasihat Negara Jenewa Mauro Poggia, dikutip dari CNN, 6 Oktober 2020.
58% lebih pemilih di kanton, wilayah administratif yang mencakup kota Jenewa, memilih upah minimum itu, menurut data pemerintah yang diterbitkan 28 September.
Dilaporkan Business Insider, mereka diminta untuk menjawab ya atau tidak untuk pertanyaan: "Apakah Anda menerima inisiatif populer '23 francs sebagai upah minimum'?"
Dengan upah baru kepada pekerja yang dihitung berdasarkan rata-rata 41 jam kerja per minggu di Swiss, maka pekerja akan menerima gaji bulanan minimum 3.772 franc Swiss (Rp 60,8 juta) dan gaji tahunan minimum 45.264 franc Swiss (Rp 730 juta), menurut perhitungan Business Insider.
Upah minimum Jenewa lebih dari tiga kali lipat upah minimum federal AS sebesar US$ 7,25 (Rp 107 ribu) dan lebih dari dua kali lipat upah minimum Inggris sebesar 8,72 poundsterling (Rp 167 ribu) untuk orang berusia 25 tahun ke atas.
Communauté genevoise d'action syndicale, organisasi payung serikat pekerja di Jenewa, menggambarkan hasil tersebut sebagai kemenangan bersejarah, yang secara langsung akan menguntungkan 30.000 pekerja, di mana dua pertiga di antaranya adalah perempuan.
Keputusan itu juga dipuji oleh Michel Charrat, presiden Groupement transfrontalier européen, sebuah asosiasi pekerja yang bepergian antara Jenewa dan Prancis di dekatnya.
Ini adalah hasil sistem demokrasi langsung Swiss menyerukan kepada para pemilih untuk menggunakan hak mereka empat kali setahun, dan memungkinkan warga mengumpulkan petisi untuk memperkenalkan "inisiatif populer" yang akan diberlakukan.
"Pada dua kesempatan di masa lalu, inisiatif untuk menetapkan upah minimum wajib di Jenewa telah diserahkan kepada penduduk dan ditolak," kata Poggia, yang bertanggung jawab atas Departemen Keamanan, Tenaga Kerja dan Kesehatan untuk kanton Jenewa.
Dua pemungutan suara sebelumnya dilakukan pada 2011 dan 2014, dan dalam kasus terbaru, itu adalah referendum nasional untuk memperkenalkan upah minimum per jam 22 Franc Swiss (Rp 354 ribu), dengan hasil 76% pemilih menentang.
Jenewa adalah kota termahal ke-10 di dunia, menurut Survei Biaya Hidup Seluruh Dunia 2020 dari The Economist Intelligence Unit. Kira-kira 4.000 franc Swiss (Rp 64,5 juta) yang sekarang akan diperoleh pekerja menempatkan mereka sedikit di atas garis kemiskinan 3.968 franc Swiss (Rp 64 juta) untuk rumah tangga yang terdiri dari dua orang dewasa dan dua anak di bawah 14 tahun, seperti yang diperkirakan oleh Kantor Statistik Federal Swiss pada 2018.
Swiss adalah salah satu negara terkaya di dunia, tetapi tidak kebal dari dampak ekonomi pandemi virus corona.
Secara keseluruhan, kelompok ahli ekonomi pemerintah Swiss memperkirakan PDB Swiss yang telah diproyeksikan turun -6,2% pada tahun 2020, dan pengangguran rata-rata menjadi sekitar 3,8%, menandai kemerosotan ekonomi terendah Swiss sejak 1975.
Sumber:
https://edition.cnn.com/2020/10/03/world/geneva-switzerland-minimum-wage-trnd/index.html
https://www.businessinsider.com/switzerland-geneva-introduce-minimum-wage-highest-in-world-2020-10?r=US&IR=T