TEMPO.CO, Jakarta - Militan Suriah diduga direkrut sebagai tentara bayaran dalam konflik Nagorno-Karabakh antara Azerbaijan dan Armenia, menurut sumber CNN.
Seorang warga Suriah mengaku telah mendaftar untuk melakukan perjalanan dari Suriah utara ke Azerbaijan.
Pria itu, yang menolak memberikan nama aslinya, mengatakan dia tinggal di daerah Afrin di Suriah utara tetapi berasal dari Damaskus, menurut laporan CNN, 2 Oktober 2020.
Dia mengatakan bahwa dia adalah anggota faksi pemberontak Tentara Nasional Suriah, yang didukung oleh Turki. Pemimpinnya telah meminta mereka yang siap pergi ke Azerbaijan untuk mendaftar. "Saya secara sukarela melakukan itu dan 90% unit saya mendaftar. Mereka memberi tahu kami bahwa mereka akan memberi kami US$ 1.500 (Rp 22 juta) sebulan," katanya kepada CNN.
"Kontrak kami selama tiga bulan, dan setiap bulan kami akan dibayar oleh komandan unit," katanya, seraya menambahkan bahwa dia tidak tahu siapa yang mendanai operasi tersebut.
Sisa-sisa cangkang roket terlihat di dekat kuburan di kota Ivanyan (Khojaly) di wilayah memisahkan diri Nagorno-Karabakh 1 Oktober. [Vahram Baghdasaryan / Photolure via REUTERS]
Militan mengatakan relawan berkumpul di daerah Hawar Kilis dekat perbatasan Suriah-Turki menunggu transportasi. Penyeberangan dikendalikan oleh faksi Tentara Nasional Suriah.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan tuduhan itu tidak berdasar setelah ditanya tentang dugaan Turki memfasilitasi perjalanan militan itu.
Kementerian Luar Negeri Azerbaijan juga membantah militan Suriah berada di tanah Azeri. Mereka mengatakan impor militan dari Suriah ke Azerbaijan sebagai fitnah yang dibuat oleh Armenia.
Salah satu militan yang dihubungi, ayah tiga anak, mengatakan keluarganya hidup di bawah garis kemiskinan. Dia siap pergi ke Azerbaijan demi uang.
Pada awalnya, pria itu mengira para sukarelawan akan terlibat dalam tugas jaga tetapi setelah gelombang pertama militan pergi ke Azerbaijan, mereka akhirnya mengetahui kalau mereka bertempur seperti di Libya atau Suriah.
"Kami mengetahui ini perang dan bukan bekerja untuk perusahaan keamanan," katanya.
Pria itu mengatakan dia telah mendengar bahwa sekitar 1.000 militan atau lebih telah mendaftar. Pria yang dulunya tukang kayu ini mengatakan ingin hidup kembali normal dan hanya pergi ke Azerbaijan demi uang.
"Saya berharap perang akan berhenti di Azerbaijan dan Armenia tetapi satu-satunya pekerjaan adalah pekerjaan keamanan dan dengan cara itu saya masih dapat menyediakan makanan dan kehidupan untuk anak-anak saya," katanya.
Kementerian luar negeri Armenia mengatakan pada Jumat bahwa pihaknya siap untuk terlibat dengan Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) untuk mendirikan kembali gencatan senjata di Nagorno-Karabakh, tempat pertempuran berkecamuk sejak Minggu, menurut laporan Reuters.
Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat, ketua bersama Grup Minsk OSCE, yang dibentuk pada 1992 untuk menengahi konflik antara Azerbaijan dan etnis Armenia di daerah kantong pegunungan di Kaukasus Selatan, menyerukan gencatan senjata segera pada Kamis. Tetapi Turki mengatakan tiga kekuatan besar itu seharusnya tidak memiliki peran dalam gerakan perdamaian.
Awal tahun ini CNN melaporkan puluhan pemberontak Suriah telah direkrut oleh kontraktor militer Turki untuk berperang atas nama pemerintah transisi di Libya.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada bulan Februari bahwa anggota militan Suriah telah pergi ke Libya untuk mendukung pemerintah.
Sumber:
https://edition.cnn.com/2020/10/01/middleeast/azerbaijan-armenia-syrian-rebels-intl/index.html
https://uk.reuters.com/article/uk-armenia-azerbaijan-ceasefire/armenia-says-ready-to-engage-with-osce-to-re-establish-nagorno-karabakh-ceasefire-idUKKBN26N10V