TEMPO.CO, Jakarta - Kritikus anti-pemerintah Rusia, Alexei Navalny, menuding Presiden Vladimir Putin sebagai sosok di balik percobaan pembunuhannya Agustus lalu. Walau begitu, Alexei Navalny menegaskan bahwa ia tidak takut meskipun nyawanya nyaris melayang gara-gara diracun.
"Saya klaim Putin sebagai otak di balik kejahatan (upaya pembunuhan) yang ada. Saya tidak memiliki versi lain soal itu," ujar Alexei Navalny dalam wawancara dengan Der Spiegel, dikutip dari kantor berita Reuters, Kamis, 1 Oktober 2020.
Alexei Navalny tidak hanya menuding Vladimir Putin dalam wawancaranya. Ia juga menceritakan detik-detik ketika nyawanya nyaris melayang akibat diracun dengan zat syaraf Novichok.
Ketika Novichok yang masuk ke tubuhnya mulai bekerja, Alexei Navalny mengatakan bahwa dirinya tidak merasakan sakit apapun. Apa yang ia rasakan adalah dirinya mulai sekarat dan tidak sadarkan diri. "Saya tidak merasakan sakit, tapi saya tahu saya akan mati," ujar Alexei Navalny.
Di akhir wawancara, Alexei Navalny menegaskan bahwa dirinya tidak akan menetap di Jerman. Ia mengaku akan kembali ke Rusia begitu dirinya merasa sudah sehat betul karena tugasnya belum usai di sana.
Menurut keterangan keluarga Alexei Navalny, dirinya belum pulih sepenuhnya untuk kembali bekerja. Setidaknya, kata mereka, Alexei Navalny membutuhkan waktu sebulan lagi untuk pulih benar, termasuk menjalani terapi fisik. "Tugas saya saat ini adalah untuk tetap berani. Saya tidak mengenal takut," ujar Alexei Navalny.
Hingga berita ini ditulis, Pemerintah Rusia belum memberikan pernyataan apapun atas tudingan Alexei Navalny.
ISTMAN MP | REUTERS