TEMPO.CO, Jakarta - Warga Korea Selatan bakal meninggalkan beberapa tradisi sakral saat merayakan liburan Chuseok pada pekan ini karena merebaknya pandemi Covid-19.
Pandemi ini memaksa banyak orang untuk memilih mengadakan layanan penghormatan leluhur secara virtual dan bukannya mengunjungi situs leluhur mereka.
“Pandemi Covid-19 memicu terjadinya perubahan budaya di masyarakat yang awalnya menganut Konfusianisme,” begitu dilansir Reuters pada Rabu, 30 September 2020.
Korea Selatan, yang merupakan ekonomi terbesar keempat di Asia, juga mengalami erosi dalam nilai keluarga tradisional dan populasi yang menua dengan cepat.
Pihak berwenang telah mendesak orang-orang untuk menahan diri agar tidak melakukan perjalanan dan mengikuti pedoman jarak sosial selama liburan lima hari mulai hari ini.
Saat ini, jumlah kasus virus Corona terbaru telah melambat.
Lee Yong-su, 34 tahun, yang nenek moyangnya mendirikan dinasti terakhir Joseon dan berkuasa di Korea Selatan, mengatakan dia tidak akan melakukan kunjungan tradisi kepada orang tuanya.
Dia memilih tinggal di rumah bersama istri, yang sedang hamil, dan putranya yang berusia enam tahun.
“Ayah saya berkata kita bisa menghormati leluhur kita dari hati. Dia membagikan artikel berita tentang bagaimana keluarga terkenal lainnya melewatkan kegiatan tradisi tahun ini karena kondisi yang buruk,” kata Lee kepada Reuters.
Lee Chi-eok, putra generasi ke-17 dari Lee Hwang, yang merupakan salah satu cendekiawan Konfusianisme Korea Selatan terbesar dari era Joseon, mengatakan beberapa tradisi lama memudar bahkan sebelum Covid-19 menyerang.
Ini terjadi karena tren urbanisasi dan tingkat kelahiran yang lebih rendah. Keluarganya pernah melakukan lusinan upacara setiap tahunnya, mengikuti aturan rumit tentang cara menyiapkan dan menempatkan sesajen. Tahun ini, sejalan dengan pedoman untuk memimalisir penyebaran virus Corona, kegiatan ritual ini tidak dilakukan.
FARID NURHAKIM | REUTERS
Sumber:
