TEMPO.CO, Jakarta - Membelot ke Korea Selatan tidak seindah bayangan para perempuan dari Korea Utara. Beberapa dari mereka berakhir menjadi korban penganiayaan, pelecahan seksual. Padahal, ketika hendak membelot, mereka dijanjikan kebebasan, kemakmuran yang sulit mereka rasakan di Korea Utara.
Salah satu nasib buruk itu dialami Lee. Membelot dari Korea Utara pada 2014 dengan bantuan seorang pria bernama Seong, agen Defence Intelligence Command (DIC) Korea Selatan, ia berakhir menjadi korban pemerkosaan. Untung baginya, Seong dan komplotannya berhasil dibekuk dan dijadikan tersangka bulan ini.
"Saya benar-benar merasa marah dengan diri sendiri karena gagal melawan apa yang ia lakukan. Tapi, bagaimana lagi, dia orang pertama yang bisa saya percaya dan andalkan," ujar Lee, yang enggan disebutkan nama lengkapnya, dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu, 30 September 2020.
Lee melanjutkan bahwa dirinya mengalami pelecehan selama kurang lebih 1,5 tahun. Ia mengalami banyak tekanan dan bahkan sampai harus melakukan aborsi sebanyak dua kali. Ia sempat berniat bunuh diri, namun akhirnya memutuskan untuk membawa perkaranya ke Pengadilan Militer.
Pengacara Lee, Jeon Su-Mi, menambahkan bahwa tantangan yang dihadapi Lee tak selesai usai memutuskan melapor. Ia kembali menerima tantangan ketika diinterogasi oleh Kejaksaan Militer. Mereka, kata Su-Mi, memaksa Lee untuk membatalkan gugatan dan menyebut hubungannya dengan Seong bersifat konsensual.
"Ini salah sistem yang membiarkan agen (militer) mengambil keuntungan dari pembelot. Perempuan itu (Lee) tidak bisa menolak karena para agen itu dianggap punya kuasa absolut, seperti Dewa," ujar Su-Mi.
Jaksa militer, Kolonol Lee Soo-Dong, membantah pernyataan Su-Mi. Ia berkata bahwa dirinya tidak pernah menekan Lee untuk mengakui hal yang tak sesuai fakta. Namun, ia mengakui bahwa dirinya seharusnya lebih sensitif dalam kasus pelecehan seksual yang melibatkan personil militer.
"Seong dan Kim (komplotannya) mengklaim hubungannya konsensual dengan Lee dan membantah telah memperkosa," ujar jaksa tersebut.
Lee bukan satu-satunya korban. Banyak perempuan pembelot dari Korea Utara menjadi korban serupa menurut data dari Kementerian Kesetaraan Gender Korea Selatan.
Per 2017, 72 persen dari 33.700 pembelot Korea Utara (24.264) adalah perempuan. Kurang lebih 25 persen dari angka tersebut (6.066) adalah korban pelecehan seksual dan kurang dari 10 persen yang berani melapor.
Para pembelot menyebut Presiden Moon Jae-in telah gagal memberikan jaminan keamanan dan hak asasi bagi mereka. Malah, dalam banyak hal, menurut mereka, Moon Jae-in lebih fokus memperbaiki hubungan politik dengan Korea Utara, termasuk mendeportasi pembelot.
Presiden Moon Jae-In menolak berkomentar atas kasus Lee. Namun, kantornya telah meminta Kejaksaan Militer untuk mengubah pendekatan selama interogasi.
ISTMAN MP | REUTERS