TEMPO.CO, Jakarta - Panglima Militer Thailand yang baru, Jenderal Narongpan Jittkaewtae, bersumpah akan mengikuti jejak pendahulunya untuk setia terhadap monarki. Hal ini menyusul desakan reformasi di Thailand untuk mengubah pemerintahan, konstitusi, dan mengurangi peran Raja Maha Vajiralongkorn.
"Saya bersumpah kepada kalian sama bahwa saya akan mematuhi tanggung jawab, tugas, kebijakan, dan ideologi dari Panglima Militer Jenderal Apirat Kongsompong semaksimal mungkin," ujar Narongpan Jittkaewtae, dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa, 29 September 2020.
Ketika Apirat Kongsompong masing menjadi panglima militer, ia terkenal sebagai figur yang anti terhadap pengunjuk rasa. Ia juga secara vokal menyampaikan ketidaksukaannya terhadap figur-figur oposisi, baik dari kalangan akademisi maupun politisi.
Kongsompong berkeyakinan para pengunjuk rasa dan oposisi adalah masalah bagi ketahanan nasional Thailand. Nah, paham itulah yang dijanjikan Narongpan Jittkaewtae akan ia lanjutkan.
"Saya akan mengembangkan satuan militer sehingga menjadi institusi pertahanan yang menonjol dan mampu menopang negara maupun kerajaan," ujar Narongpan Jittkaewtae.
Di Thailand, penunjukkan figur militer sungguh diawasi akhir-akhir ini. Figur militer telah mengambil tampuk kekuasaan paling tidak 13 kali sejak akhirnya dari Monarki Absolut di tahun 1932. Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, yang didesak turun, juga berlatar belakang militer dan naik ke kursi PM usai kudeta di tahun 2014.
Diberitakan sebelumnya, Parlemen Thailand, yang didominasi oleh pendukung pemerintah, menunda reformasi konstitusi Thailand pekan lalu. Dalih yang mereka pakai adalah reformasi itu perlu dikaji lebih lanjut. Itulah alasan kenapa reformasi ditunda hingga bulan November.
Keputusan itu memanaskan amarah pengunjuk rasa dan anggota parlemen oposisi. Sudah dua bulan mereka berunjuk rasa harian, mendesak ada perubahan segera di Pemerintahan Thailand. Mereka menuduh bahwa parlemen hanya berusaha mengulur waktu.
Menurut warga, konstitusi di Thailand telah diatur sedemikian rupa untuk mempertahankan rezim yang ada. Hal itu dilihat dari Pemilu Thailand tahun lalu yang kembali dimenangkan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.
Tuntutan warga, selain reformasi konstitusi, adalah pencopotan Prayuth Chan-ocha sebagai Perdana Menteri Thailand, pemilu ulang, dan pengurangan wewenang dari Maha Raja Vajiralongkorn. Tuntutan itu sendiri dipicu berbagai hal mulai dari ekonomi Thailand yang terpuruk hingga kurang maksimalnya pengendalian pandemi virus Corona.
Protes tersebut sedikit banyak melanggar tabu lama untuk tidak mengkritik sebuah lembaga dihormati seperti Kerajaan Thailand.
ISTMAN MP | REUTERS