TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Korea Utara menyatakan bahwa mereka tengah mencari jenazah pejabat Korea Selatan yang dibunuh prajuritnya beberapa hari lalu. Namun, Korea Utara meminta Angkatan Laut Korea Selatan untuk tidak menganggu operasi pencarian karena dikhawatirkan menimbulkan konflik baru di wilayah perbatasan.
"Kami meminta Korea Selatan untuk segera memberhentikan operasi mereka di wilayah perbatasan karena bisa menimbulkan ketegangan baru," ujar Pemerintah Korea Utara dalam pernyataan persnya, dikutip dari kantor berita Reuters, Ahad, 27 September 2020.
Diberitakan sebelumnya, pejabat Korea Selatan dibunuh prajurit Korea Utara beberapa hari lalu karena dianggap hendak menerebos perbatasan. Padahal, menurut kabar yang beredar, ia mencoba membelot ke Korea Utara dari Korea Selatan. Selain itu, pejabat itu juga dikabarkan ditembak dan dibakar.
Mengetahui insiden tersebut, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mendesak Korea Utara untuk memberikan penjelasan. Jumat kemarin, Pemimpin Agung Korea Utara Kim Jong Un merespon permintaan tersebut sekaligus meminta maaf atas insiden yang terjadi. Ia berkata, prajuritnya hanya bertindak sesuai protokol keamanan, mengira pejabat terkait mencoba masuk tanpa izin.
Ahad ini, Korea Selatan dan Korea Utara dilaporkan telah berkomunikasi soal langkah lebih lanjut. Korea Selatan meminta dilibatkan dalam proses pencarian jenazah pejabat terkait. Mereka juga mendesak layanan komunikasi kedua negara diaktifkan kembali usai dimatikan gara-gara masalah pembelot awal tahun ini.
"Kami akan lebih berhati-hati dalam menjaga keamanan Korea Utara agar insiden serupa, yang mengganggu hubungan kedua negara, tidak terulang di kemudian hari," ujar pernyataan Korea Utara.
Korea Selatan, hingga berita ini ditulis, belum memberikan komentar atas permintaan Korea Utara.
ISTMAN MP | REUTERS