TEMPO.CO, Jakarta - Kritikus anti-pemerintah Rusia, Alexei Navalny, mengaku berutang nyawa terhadap pilot pesawat yang ia tumpangi ketika keracunan. Menurut Alexei Navalny, jika pilot pesawat tujuan Moskow itu tidak mendarat darurat di Serbia, mungkin nyawanya sudah tidak terselamatkan.
"Rencana pembunuhan saya sederhana: saya kesakitan 20 menit setelah lepas landas dan 15 menit kemudian saya tak sadarkan diri. Setelah itu tidak akan ada bantuan medis dan saya kembali dibungkus kantong jenazah," ujar Navalny, sebagaimana dikutip dari Reuters, Jumat, 25 September 2020.
Diberitakan sebelumnya, Alexei Navalny diracun pada akhir Agustus lalu yang diduga kuat dilakukan oleh agen Rusia. Sebab, ia diracun menggunakan racun syaraf bernama Novichok. Novichok, selama ini, populer digunakan oleh agen-agen Rusia yang ingin menyingkirkan targetnya.
Alexei Navalny sendiri adalah duri untuk rezim Vladimir Putin di Rusia. Ia vokal menentang Putin yang ingin mempertahankan rezimnya. Selain itu, ia juga rajin menggelar investigasi untuk dugaan korupsi yang melibatkan pejabat-pejabat pemerintah Putin. Puncaknya, ia diracun ketika terbang ke Moskow dan selamat dari maut ketika pilot mendarat darurat.
Untuk menunjukkan rasa hutang budinya, Alexei Navalny mengunggah ucapan terima kasihnya ke akun instagramnya. Ucapan tersebut diikuti dengan foto-foto perkembangan dirinya yang mulai pulih dari efek racun Novichok. Karena Alexei Navalny belum tahu siapa nama pilot yang menyelamatkannya, ia menyebutnya sebagai teman baik yang misterius.
Per berita ini ditulis, Alexei Navalny sudah keluar dari Rumah Sakti Charite Berlin, Jerman di mana ia sempat dirawat. Ia dirujuk ke sana karena keluarga Alexei Navalny merasa tidak aman berada di Rusia. Di sisi lain, Rusia selalu membantah telah meracuni Navalny.
Walau sudah keluar dari rumah sakit, Alexei Navalny akan tetap berada di Berlin untuk menjalani fisioterapi.
"Terima kasih kawan yang misterius, kau orang baik," ujar Navalny untuk orang-orang yang menyelamatkannya, langsung maupun tidak langsung.
ISTMAN MP | REUTERS