TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Thailand memutuskan untuk menunda agenda reformasi konstitusinya selama dua bulan, hingga November. Keputusan itu diambil pada hari Kamis kemarin walaupun ribuan warga sudah mendesak agar reformasi digelar sesegera mungkin.
Dikutip dari kantor berita Al Jazeera, penundaan itu diputuskan karena parlemen merasa rencana reformasi konstitusi Thailand perlu dipelajari lebih lanjut. Oleh karena itu, Parlemen Thailand juga membentuk komite khusus yang berfungsi menyiapkan reformasi konstitusi.
"Jadi, voting untuk menerima mosi perubahan konstitusi efektif ditunda hingga November," ujar anggota Parlemen Thailand, Chinnaworn Boonyakiat, Kamis, 25 September 2020.
Penolakan tersebut jelas ditolak oleh para pengunjuk rasa. Mereka, yang selama dua bulan terakhir rutin menggelar demonstrasi harian, menganggap penundaan itu sebagai bukti 'tulinya' parlemen terhadap desakan warga.
Menurut warga, konstitusi di Thailand telah diatur sedemikian rupa untuk mempertahankan rezim yang ada. Hal itu, kata mereka, terlihat jelas dalam Pemilu Thailand tahun lalu yang kembali dimenangkan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.
"Apakah kalian tidak mendengar desakan rakyat? Apakah tembok gedung parlemen begitu tebalnya?" teriak Anon Nampa, salah satu koordinator unjuk rasa.
Tuntutan warga, selain reformasi konstitusi, adalah pencopotan Prayuth Chan-ocha sebagai Perdana Menteri Thailand, pemilu ulang, dan pengurangan wewenang dari Raja Maha Vajiralongkorn. Tuntutan itu sendiri dipicu berbagai hal mulai dari ekonomi Thailand yang terpuruk hingga kurang maksimalnya pengendalian pandemi virus Corona.
ISTMAN MP | AL JAZEERA
News Link:
https://www.aljazeera.com/news/2020/9/24/thailand-parliament-delays-vote-over-constitutional-reform