TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah negara-negara Uni Eropa masih akan membahas langkah selanjutnya terkait pemberian sanksi kepada para pejabat Belarus terkait kisruh pemilu Presiden negara itu pada 9 Agustus 2020.
Kelompok oposisi menuding inkumben, Presiden Alexander Lukashenko, berlaku curang sehingga bisa memenangkan sekitar 80 persen suara.
Menteri luar negeri UE bertemu pada Senin kemarin di Brussel, Belgia, untuk merumuskan sanksi kepada sekitar 40 pejabat tinggi Belarus terkait kecurangan pemilu.
"Jika kami tidak bisa (menyetujui sanksi Belarus), maka kredibilitas kami dipertaruhkan," kata Josep Borrell, diplomat UE, dalam konferensi pers seperti dilansir Reuters pada Senin, 21 September 2020.
Pertemuan para menlu UE gagal menyepakati resolusi sanksi karena Siprus menginginkan pemberian sanksi ini dikaitkan dengan sanksi kepada Turki. Ini terkait sengketa Siprus, Turki, dan Yunani terkait hak eksplorasi gas alam di Laut Mediterania timur.
Sebelumnya, Presiden Lithuania, Polandia dan Rumania mengatakan bahwa mereka akan meminta para pemimpin Uni Eropa untuk menawarkan paket dukungan ekonomi bagi Belarus dengan syarat pengadaan pemilihan umum yang demokratis.
Paket dukungan ekonomi itu mencakup rezim perdagangan yang menguntungkan dengan EU, perjalanan bebas visa, dan dukungan sebagai calon anggota Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.
"Para pemimpin Uni Eropa memiliki alasan untuk tidak memaksakan sanksi tetapi saya meminta mereka untuk lebih berani," kata Svetlana Tikhanouskaya, yang merupakan tokoh oposisi Belarus dan melarikan diri ke Lithuania. “Sanksi adalah hal penting dalam perjuangan kami karena itu adalah menjadi bagian dari tekanan yang dapat memaksa ‘pihak berwenang’ untuk memulai dialog dengan kami di dewan oposisi.”
FERDINAND ANDRE | REUTERS
Sumber: