TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Taiwan menyampaikan bahwa mereka memiliki hak untuk membalas intimidasi dan ancaman militer Cina. Hal tersebut menyusul aksi Cina menerbangkan 18 pesawat militer mereka ke wilayah penerbangan Taiwan tanpa izin pekan lalu.
"Kami memiliki prosedur yang jelas untuk merespon intimidasi atau ancaman dari armada musuh. Kami memiliki hak untuk bertahan dan melakukan balasan dan hal itu sudah diatur dalam panduan untuk mencegah eskalasi konflik," ujar pernyataan pers Kementerian Pertahanan Taiwan, dikutip dari kantor berita Reuters, Senin, 21 September 2020.
Diberitakan sebelumnya, tensi dengan Cina memanas setelah diplomat Amerika berkunjung ke Taiwan selama tiga hari pada pekan lalu. Cina tidak menyukai kunjungan tersebut, menganggapnya sebagai ancaman atas upayanya untuk mengklaim Taiwan sebagai bagian negeri tirai bambu.
Untuk menunjukkan sikap, Cina menggelar latihan militer bersama di selat Taiwan. Selain itu, 18 pesawat militer diterbangkan ke wilayah penerbangan Taiwan. Beberapa di antaranya adalah pesawat tempur dan pesawat bomber. Hal itu berlangsung selama dua hari, Jumat dan Sabtu.
Aksi Cina mendorong respon balasan dari Taiwan. Pesawat jet tempur Taiwan diluncurkan untuk mengusir pasukan Cina. Sementara itu, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menyebut Cina sebagai ancaman regional.
"Kami tidak akan memprovokasi, tetapi kami tidak takut akan musuh kami," ujar pernyataan pers Kementerian Pertahanan Cina.
Surat kabar milik Cina, dalam tajuk rencananya, menyinggung insiden di Taiwan tersebut. Merekan menyebut Amerika mencoba memperalat Taiwan untuk memuluskan jalannya melawan Cina. Cina menegaskan bahwa mereka tidak akan terpengaruh dan akan tetap berupaya mengklaim Taiwan sebagai miliknya.
"Pemerintah Amerika tidak perlu khawatir dalam keputusasaannya untuk menangkal kebangkitan Cina," ujar surat kabar tersebut.
Tidak berhenti di situ, Angkatan Udara Cina juga memprovokasi dengan mempublikasikan video simulasi serangan ke pangkalan militer Amerika. Adapun yang dijadikan sasaran adalah pangkalan Lanud Andersen di Guam.
ISTMAN MP | REUTERS