TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok HAM Filipina menyambut baik resolusi Uni Eropa yang mengecam pembunuhan di luar hukum atau pelanggaran hak asasi manusia di bawah pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte.
Dokumen tersebut, yang diadopsi pada Kamis, menyerukan penyelidikan internasional independen terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan di Filipina sejak 2016, di masa Presiden Duterte menjabat.
Mereka mendesak negara-negara anggota Uni Eropa untuk mendukung resolusi pada sesi ke-45 Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) yang sedang berlangsung.
Aliansi HAM Filipina Karapatan mendeskripsikan resolusi itu sebagai langkah menyambut pembalasan dan pertanggungjawaban atas pengabaian terang-terangan administrasi Duterte terhadap kewajibannya dalam menegakkan HAM dan kebebasan sipil di negara itu.’
Kelompok itu juga meminta komunitas internasional untuk terus mendukung para pembela HAM di Filipina dan rakyat Filipina ‘yang menderita dalam krisis represi politik dan kekerasan negara yang semakin parah di bawah rezim yang semakin tirani ini.
Parlemen Eropa mengutuk pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran serius pada hak asasi manusia terkait dengan perang kontroversial Duterte melawan narkoba. Parlemen Eropa meminta pencabutan dakwaan terhadap jurnalis terkenal.
Parlemen Eropa juga menyatakan keprihatinan serius atas Undang-Undang Anti-Terorisme baru yang disahkan pada bulan Juli. UU tersebut mengkriminalisasi tindakan yang menghasut sikap terorisme melalui pidato, proklamasi, tulisan, lambang, spanduk, atau media lainnya.
Menurut hitungan resmi, 6.000 tersangka pelaku narkoba dibunuh oleh pasukan keamanan. Kelompok hak asasi, mengatakan bahwa jumlah kematian mungkin jauh lebih tinggi dari itu.
Sekretaris Jenderal Karapatan Cristina Palabay berharap resolusi EU akan mengundang pemerintah lain dan komunitas internasional untuk terus mengambil sikap kuat dalam mengecam pemerintahan Duterte yang terus menyerang HAM dan hak-hak rakyat di Filipina.
“Perang narkoba palsu ini terus membunuh orang miskin tanpa hukuman, sementara pembela HAM menghadapi fitnah, kekerasan, dan kematian karena pekerjaan mereka dalam mengungkap HAM bahkan di tengah pandemi COVID-19,” katanya.
“Mekanisme domestik sudah tidak efektif dan gagal membawa para pelaku kejahatan yang mengerikan ini ke pengadilan. Serangan ini tidak dapat dilanjutkan, dan resolusi Parlemen Eropa adalah pernyataan kuat dari komunitas internasional bahwa akan ada konsekuensi atas pelanggaran ini."
Anggota parlemen Uni Eropa telah meminta Komisi Eropa untuk menunda Generalized Scheme of Preferences Plus (GSP+) yang memberikan tunjangan tarif untuk barang-barang Filipina. GSP+ akan terus ditunda selama Filipina tidak memberi ‘perkembangan yang substansial dan kemauan untuk bekerjasama di pihak otoritas Filipina’.
Menanggapi resolusi tersebut, Menteri Perdagangan Filipina Ramon Lopez mengatakan: "Kami dapat menjelaskan secara obyektif dari sisi Filipina tentang masalah yang diangkat dan kami tidak melihat alasan mengapa hak istimewa GSP + kami akan ditarik," menambahkan bahwa skema itu membantu negara mengatasi kemiskinan.
Kantor presiden, Istana Malacanang menyatakan bahwa pemerintah sedang dalam pembicaraan dengan PBB mengenai kerangka kerja untuk mendukung upaya nasional dalam ‘menegakkan pendekatan berbasis hak asasi manusia dalam pemerintahan.’
ARAB NEWS | FERDINAND ANDRE
Sumber:
https://www.arabnews.com/node/1736606/world