TEMPO.CPO, Jakarta - Pemimpin oposisi Belarus, Svetlana Tikhanouskaya, ikut terlibat dalam sidang Dewan HAM PBB yang memutuskan untuk mengawasi ketat negara asalnya. Dalam sidang tersebut, Svetlana Tikhanouskaya memang meminta adanya misi internasional untuk mendokumentasikan kekerasan yang terjadi di Belarus.
Walaupun Svetlana Tikhanouskaya mendukung adanya pengawasan ketat di Belarus, ia mengaku masih mengharapkan resolusi damai di sana. Dikutip dari Reuters, Ia bersikap terbuka apabila Pemerintah Belarus mau berunding dengan pihak oposisi demi mencari solusi damai.
"Kami ingin kekerasan di Belarus terhadap warga segera diakhiri. Kami mendesak pembebasan terhadap semua tahanan politik juga," ujar Svetlana Tikhanouskaya, yang suaminya juga tengah menjadi tahanan politik, Jumat, 18 September 2020
Seperti diberitakan sebelumnya, situasi di Belarus saat ini bermula dari pilpres yang berakhir pada Agustus lalu. Di Pilpres Belarus itu, Presiden Alexander Lukashenko menang untuk keenam kalinya.
Warga menolak hasil tersebut, menyakini Alexander Lukashenko bermain curang. Mereka pun mulai turun ke jalan, menggelar unjuk rasa untuk meminta pemilu ulang.
Alexander Lukshenko bergeming atas desakan warga. Ia malah menangkapi para demonstran dan ogah menggelar pemilu ulang. Selain itu, Alexander Lukashenko juga menggaet kerjasama dengan Rusia untuk mengendalikan situasi di Belarus. Rusia sudah sepakat untuk memberi pinjaman senilai Rp22 triliun dan bantuan pertahanan.
Di Dewan HAM PBB, langkah Alexander Lukashenko didebat. Belarus, dibantu Rusia, Cina, dan Venezuela, mencoba menentang laporan investigator PBB yang mengatakan ada pelanggaran HAM di bawah pemerintahan Lukashenko.
Hasilnya, seperti sudah disebutkan, PBB memutuskan untuk mengawasi ketat Belarus. Investigator ditargetkan memberi laporan lengkap di akhir tahun 2020 untuk menentukan langkah selanjutnya. Beberapa negara Eropa mendesak adanya sanksi untuk Belarus.
"Jangan sampai kita membiarkan pemerintahan tangan besi di benua Eropa lagi...Lebih dari 10 ribu orang telah ditangkap dengan 500 dilaporkan disiksa, dan ribuan dipukuli secara brutal," ujar investigator PBB, Anais Marin.
ISTMAN MP | REUTERS