TEMPO.CO, Jakarta – Israel kembali menerapkan lockdown pada hari ini, di awal musim liburan Yahudi, 18 September 2020. Penduduk dihimbau untuk bertahan di rumah dan mengurangi aktivitas demi menekan pandemi virus Corona.
Sebelumnya, lockdown pertama dilakukan pada Maret lalu dan dilonggarkan di bulan Mei karena kurva pertumbuhan kasus yang melandai. Namun, sepekan terakhir, pertumbuhan kasus COVID-19 di Israel kembali meningkat hingga 5000 per hari. Hal itulah yang memaksa Pemerintah Israel kembali menerapkan lockdown walaupun ditentang oleh warga yang ekonominya terdampak.
“Saya sangat menentang lockdown. Saya merasa ini adalah kesalahan oleh pemerintah yang saya pilih, dan saya pikir kebebasan serta ekonomi kita dihancurkan oleh keputusan ini, “kata penduduk Yerusalem, David Khosid, sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Reuters.
Lockdown kedua akibat virus Corona ini akan berlangsung selama tiga minggu, bertepatan dengan dimulainya Tahun Baru Yahudi, Rosh Hashana. Secara tradisional, periode Rosh Hashana tersebut merupakan waktu untuk pertemuan keluarga besar dan kelompok ibadah di Israel.
Pejabat dan pekerja medis menyalahkan pelonggaran yang kurang bermutu. Terutama, dalam hal kewajiban memakai masker, pembatasan sosial, hingga pelonggaran lockdown pertama yang terlalu cepat. Alhasil, hal tersebut memicu gelombang kedua kasus virus Corona (COVID-19).
Dilansir dari Reuters, sejak awal munculnya wabah, 1.169 orang telah meninggal di Israel. Banyak orang Israel menyalahkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang menteri-menteri kabinetnya secara terbuka bertengkar tentang bagaimana menangani pandemi, soal lambatnya penanganan gelombang baru virus corona.
FARID NURHAKIM | REUTERS