TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Taiwan mengatakan Vatikan telah meminta pulau itu untuk tidak merasa khawatir tentang perpanjangan kesepakatan antara Vatikan dan Cina.
Urusan pengangkatan uskup merupakan urusan masalah agama dan bukan masalah diplomatik.
“Seorang pejabat senior Vatikan mengatakan Paus Fransiskus telah menandatangani perpanjangan dua tahun terkait kesepakatan dengan pemerintah Cina,” begitu dilansir Reuters pada Selasa, 15 September 2020.
Kesepakatan itu mendapat kecaman para kritikus karena dianggap mengalah kepada pemerintah komunis. Kesepakatan itu memiliki jangka waktu dua tahun dan memberi kewenangan kepada Paus untuk membuat keputusan akhir soal pengangkatan uskup, yang berlaku sejak 22 Oktober 2018.
“Taiwan sangat memperhatikan interaksi Vatikan dengan Cina,“ kata Joanne Ou, juru bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan, yang mengatakan negaranya dan Vatikan memiliki komunikasi yang “lancar”.
“Pihak kami terus menerima jaminan dari Vatikan, bahwa kesepakatan soal uskup dengan Cina adalah religius, bukan tentang hubungan diplomatik, dan meminta kami untuk tidak khawatir,“ kata Ou kepada wartawan.
Taiwan berharap perjanjian itu dapat membantu meningkatkan kebebasan beragama di Cina. Namun, sejak ditandatangani dua tahun lalu, represi terhadap kegiatan agama memburuk.
Ou mengatakan sebagian penganut agama dipenjara dan gereja-gereja dirobohkan.
Konstitusi Cina menjamin kebebasan beragama. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Cina telah memperketat pembatasan terhadap agama, yang dipandang sebagai tantangan terhadap otoritas Partai Komunis yang berkuasa.
Umat Katolik di Cina terbagi antara Gereja “resmi” yang didukung negara dan Gereja bawah tanah “non-resmi”, yang tetap setia kepada Roma. Kedua belah pihak sekarang mengakui Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik.
Taiwan dan Cina memiliki hubungan diplomatik dengan Vatikan. Pada saat yang sama Cina meminta Vatikan memutuskan hubungan dengan Taiwan, yang hanya memiliki hubungan diplomatik dengan sekitar 15 negara.
FARID NURHAKIM | REUTERS