TEMPO.CO, Minsk – Presiden Belarus, Alexander Lukashenko, mengatakan dia tidak akan menyerahkan kekuasaan menghadapi tekanan massal gelombang protes oposisi, yang memintanya mundur.
Demonstrasi besar-besaran ini terjadi pasca pemilu 9 Agustus 2020 dengan Lukashenko mengeklaim kemenangan hingga 80 persen suara.
Kelompok oposisi termasuk kandidat Presiden yang menjadi rival Lukashenko yaitu Svetlana Tikhanouskaya menuding penguasa selama 26 tahun itu bertindak curang untuk memenangi pemilu.
Lewat cuitan di Twitter, Lukashenko mengulangi pernyataannya untuk tidak berkompromi dengan oposisi.
“Saya ingin memberitahu kalian dengan cara lelaki. Rakyat sering mengecam saya dan mengatakan dia tidak akan menyerahkan kekuasaan. Mereka benar mengecam saya. Rakyat tidak memilih saya untuk melakukan itu,” kata Lukashenko seperti dilansir Reuters pada Kamis, 10 September 2020.
Lukashenko mengatakan,”Kekuasaan itu bukan diberikan untuk kemudian diambil, dilempar atau diberikan ke orang lain.”
Dia mengatakan Belarus tidak boleh jatuh kepada kekacauan pada 1990 pasca hancurnya negara Uni Sovyet, yang menaungi negara itu.
Uni Eropa telah menolak pemilu Belarus, yang disebut penuh kecurangan. Oposisi juga meminta digelarnya pemilu baru tanpa melibatkan Lukashenko. Pasukan NATO telah bersiaga di sepanjang perbatasan Polandia dan Lithuania dengan skema latihan rutin.
Sedangkan Lukashenko meminta bantuan Presiden Rusia, Vladimir Putin, baik berupa dukungan politik maupun dukungan pasukan keamanan. Dia mengaku merasa terancam dengan pergerakan pasukan NATO di perbatasannya.
Sumber:
https://www.reuters.com/article/us-belarus-election/battling-protests-lukashenko-says-putin-agreed-to-help-security-of-belarus-idUSKCN25B0E0