TEMPO.CO, Jakarta - Banjir bandang di Sudan selama 3 bulan ini menewaskan 100 orang dan menghanyutkan 100 ribu rumah. Pemerintah Sudan memberlakukan status darurat selama 3 bulan.
Pemberlakuan status darurat diputuskan kemarin malam, 5 September 2020 usai rapat Dewan Keamanan dan Pertahanan yang dipimpin kepala negara transisi Sudan, Jenderal Abdel Fattah Burhan.
Banjir bandang yang disebabkan curah hujan yang sangat tinggi telah menaikkan level air Sungai Nil hingga mencapai 17,5 meter pada akhir Agustus lalu. Kementerian Irigasi Sudan mengatakan, ini pertama kali dalam seabad terakhir level air Sungai Nil setinggi itu.
Ibu kota Sudan, Khartoum termasuk area parah diterjang banjir dalam dua pekan terakhir.
Pasukan militer Sudan dikerahkan untuk membantu evakuasi warga dan membangun barikade di Khartoum begitu juga dengan mendistribusikan makanan, setelah banjir memutus jalan dan menghanyutkan rumah dan harta benda warga.
Baca Juga:
Kantor PBB untuk Urusan Koordinasi Urusan Kemanusiaan, OCHA mengatakan akses air bersih juga berkurang di Sudan karena banjir telah mencemari sekitar 2 ribu sumber air bersih.
OCHA juga melaporkan banjir bandang telah merusak sedikitya 43 sekolah dan 2.671 fasilitas kesehatan di seluruh Sudan. Lahan pertanian terendam banjir di tengah musim panen.
Bencana alam hujan deras dan banjir bandang telah membuat puluhan ribu orang menjadi pengungsi dan meninggalkan rumah mereka terutama di provinsi Darfur Utara, di mana 15 orang tewas dan 23 orang dinyatakan hilang.
OCHA menyerukan dukungan dari komunitas internasional dengan memperkirakan rencana bantuan kemanusiaan untuk Sudah sebesar US$ 1,6 miliar sementara stok bantuan telah habis.