TEMPO.CO, Hong Kong - Tim pakar Hak Asasi Manusia atau HAM Perserikatan Bangsa – Bangsa atau PBB mengatakan ketentuan di dalam UU Keamanan Nasional Hong Kong tidak sejalan dengan kewajiban Cina seperti diatur oleh undang-undang internasional.
Mereka mengatakan UU itu memiliki kekurangan dalam penghargaan terhadap hak-hak dasar manusia.
“UU itu seharusnya tidak digunakan untuk membatasi atau mengurangi perlindungan terhadap kebebasan dasar manusia, termasuk hak beropini, berekspresi dan berkumpul secara damai,” begitu pernyataan tim pakar HAM PBB seperti dilansir oleh Reuters pada Jumat, 4 September 2020.
Pernyataan itu tertuang dalam surat sebanyak 14 halaman, yang diunggah di situs PBB pada Jumat atau 48 jam setelah dikirim ke pemerintah Cina.
Tim pakar HAM PBB ini terdiri dari pelapor khusus PBB Fionnuala Ni Aolain, yang bertugas di bidang perlindungan HAM saat penanganan terorisme. Ada enam orang pakar HAM PBB lainnya di dalam tim ini.
UU Keamanan Hong Kong itu disahkan pada 30 Juni 2020 dan menjadi dasar bagi pemerintah Cina untuk mengatasi semua hal yang dianggap subversi, upaya pemisahan wilayah, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing.
UU ini mendapat penentangan dari warga dan aktivis pro-demokrasi di Hong Kong. Mereka menolak penerapan UU ini. Sebagian memilih membubarkan organisasi dan pergi ke luar negeri.
Para pakar HAM PBB mendesak pemerintah Cina untuk menjelaskan cara penerapan yurisdiksi ekstra-teritorial, yang terkandung di dalam hukum itu.
Ini agar penerapan UU itu sejalan dengan perjanjian internasional yang mengatur tentang hak-hak sipil dan politik dan telah ditandatangani oleh Beijing, Cina.
Sumber: