TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Berlin membubarkan protes massal pembatasan sosial virus corona dan menangkap 300 orang di ibu kota Jerman setelah para demonstran gagal menjaga jarak dan mengenakan masker.
Sekitar 38.000 pengunjuk rasa berkumpul di seluruh kota Jerman dan polisi melaporkan kerusuhan selama demonstrasi hari Sabtu, menurut Reuters, 30 Agustus 2020.
Demonstrasi menentang pembatasan sosial juga terjadi di Paris, London, dan tempat lain pada Sabtu.
Dengan kasus virus corona yang meningkat sejak tindakan lockdown dicabut beberapa bulan lalu, negara-negara Eropa telah menerapkan peraturan yang lebih ketat untuk menahan wabah yang telah menewaskan lebih dari 800.000 orang di seluruh dunia.
"Sayangnya, kami tidak punya pilihan lain," kata polisi Berlin di Twitter. Polisi mengatakan mereka yang ambil bagian melanggar aturan wajib masker dan jarak fisik. Pada hari Jumat, Jerman mengumumkan denda minimal 50 euro (sekitar Rp 870 ribu) bagi orang yang kedapatan tidak memakai masker, Euronews melaporkan.
Di dekat Gerbang Brandenburg beberapa ribu masih pengunjuk rasa berkumpul hingga sore hari, beberapa melemparkan batu dan botol. Polisi menangkap sekitar 200 pengunjuk rasa, kata menteri dalam negeri Berlin Andreas Geisel, yang kelompok itu sebagai ekstremis. Tujuh polisi terluka dalam bentrokan di Brandenburg.
Di dekat Gerbang Brandenburg, protes terpisah dengan sekitar 30.000 orang diizinkan hingga jam 9 malam karena para demonstran mematuhi aturan jarak sosial, kata Geisel.
Polisi mengatakan sekitar 3.000 petugas telah dikerahkan untuk mengendalikan massa. Polisi telah mempersiapkan kemungkinan kekerasan ketika para aktivis mendesak pengikut media sosial di seluruh Eropa untuk mempersenjatai diri dan berkumpul di Berlin.
Berlin awalnya melarang protes tetapi pengadilan regional Jerman sehari sebelumnya memberikan izin terakhir dengan membatalkan keputusan sebelumnya.
Hingga saat ini Jerman telah menangani krisis virus corona lebih baik daripada banyak negara Eropa lainnya, dengan pengujian ketat yang membantu menahan infeksi dan kematian, tetapi infeksi harian baru telah meningkat dalam beberapa minggu terakhir. Sejauh ini Jerman telah mencatat 9.000 lebih kematian akibat virus corona.
Pada Jumat, Kanselir Angela Merkel mendesak warga untuk tetap waspada terhadap virus. "Ini adalah masalah serius, seserius sebelumnya, dan Anda harus terus menanggapinya dengan serius," katanya.
Para pengunjuk rasa berkumpul di depan Gerbang Brandenburg menjelang demonstrasi dengan slogan bertuliskan "Hentikan kebohongan corona" dan "Merkel harus mundur".
Di tempat lain di Eropa, sekitar 200 aktivis anti-masker mengadakan unjuk rasa di Paris untuk memprotes tindakan sanitasi dengan slogan seperti "Katakan tidak untuk kediktatoran kesehatan" dan "Biarkan anak-anak kita bernapas".
"Saya hanyalah warga negara yang marah terhadap tindakan pembatasan kebebasan yang tidak memiliki alasan medis," kata Sophie, seorang warga Paris yang ikut serta dalam protes tersebut, dikutip dari Euronews.
Selama unjuk rasa di Paris, polisi memberikan denda sebesar 135 euro (Rp 2,4 juta) kepada mereka yang tidak mengenakan masker.
Di London, beberapa ratus pengunjuk rasa berkumpul di Trafalgar Square menyebut virus corona sebagai tipuan dan menuntut diakhirinya pembatasan sosial.
Banyak yang membawa spanduk bertuliskan "Berita Palsu" atau menolak program vaksinasi wajib. Inggris sendiri menderita 40.000 kematian akibat virus corona.
Sumber:
https://www.euronews.com/2020/08/29/thousands-of-anti-corona-protesters-flood-berlin