Kolonel Lere akan diambil keterangan esok hari dan Falur pada Oktober mendatang. Keduanya terkait krisis politik dan militer pada 2006 silam. Kedua perwira itu menjadi terdakwa dalam kasus krisis politik dan militer pada 2006 silam.
Lere mengaku pihaknya dipanggil Kejaksaan Distrik Dili sebagai terdakwa dalam kasus diskriminasi dalam tubuh militer dan diduga kuat terlibat dalam aksi baku tembak di Tasitolu pada 28 April 2006.
Baca Juga:
"Kami akan ke kejaksaan sesuai surat panggilan. Kami menghargai ini dan selalu tunduk pada hukum. Tetapi harus diingat bahwa semua orang sama di depan hukum," kata Lere di Markas Besar Tasitolu, Dili.
Menurutnya, tuntutan dakwaan tersebut akan lebih jelas di pengadilan nanti. Tetapi, kata dia, selama krisis politik dan militer kala itu, mereka telah membela negara dengan mencoba menghentikan kekerasan di sana. "Karena itu adalah kewajiban kami sebagai pembela negara. Karena saat itu rumah rakyat dibakar, diusir, dianiaya," ungkap Lere.
Adapun Falur Rate Laek juga mengaku akan memenuhi panggilang pengadilan agar menjadi contoh terbaik bagi masyarakat, terutama pemimpin Timor Leste, bahwa semua orang harus tunduk pada hukum dan keputusan pengadilan.
"Saya tahu semua kejadian di Tasitolu. Serdadu saya yang turun mengamankan kekerasan di sana. Saya turun mengambil alih keamanan sesuai perintah, bukan kemauan sendiri," kata Falur.
Menurut surat panggilan kejaksaan, dia diminta memberi keterangan pada Oktober mendatang. "Tetapi saya masih bingung. Isi surat panggilan ini mengatakan saya terdakwa, tapi kenapa saya harus terdakwa, sedangkan orang yang membagi senjata bebas. Ini akan lebih jelas di pengadilan nanti," kata dia.
Jaksa Agung Longinhos Monteiro mengatakan kedua perwira tersebut akan diambil keterangan sesuai proses hukum yang biasa. "Hukum tidak membeda-bedakan siapa orang itu, militer atau sipil," katanya.
JOSE SARITO AMARAL (DILI)