TEMPO.CO, Minsk – Sejumlah kalangan perbankan mengatakan banyak bank di Belarus kehabisan mata uang asing seperti dolar karena melonjaknya permintaan masyarakat, yang ingin menjual mata uang negara itu yaitu rouble.
“Antrian menjadi hal yang umum di sejumlah pusat penukaran uang,” begitu dilansir Reuters pada Senin, 24 Agustus 2020.
Salah satu penjual valuta asing mengatakan,”Terjadi kepanikan saat ini. Permintaan mata uang asing sangat tinggi sekarang.”
Demonstrasi menolak Presiden Alexander Lukashenko marak terjadi selama dua pekan terakhir terkait dugaan kecurangan pemilu pada 9 Agustus 2020. Lukashenko menolak mundur dan membawa senapan serbu di rumah dinasnya. Ini terjadi saat sekitar 200 ribu demonstran turun ke jalan pada Ahad kemarin untuk mendesaknya segera mundur.
Sumber di perbankan ini melanjutkan,”Satu-satunya bank yang punya stok mata uang asing adalah Raiffeisen Bank, yang aktif menjualnya pada pekan lalu. Tapi, pesawat terakhir yang membawa valutas asing tiba di Belarus pada Jumat pekan lalu. Bank kami dan bank lainnya ingin membeli mata uang asing tapi manajemen Raiffeisen mengatakan mereka kehabisan.”
Juru bicara Priorbank, yang merupakan anak perusahaan Raiffeisen di Minsk menolak berkomentar.
Seorang sumber di kalangan perbankan Belarus mengatakan bank mendapat permintaan dari sejumlah pelanggan untuk menarik US$2,5 juta atau sekitar Rp37 miliar. Namun, bank hanya memiliki stok US$100 ribu atau sekitar Rp1,5 miliar di dalam brankas.
Seorang sumber di bank Rusia mengatakan penarikan valuta asing harus dilakukan beberapa hari di depan. Dan itu tidak berarti permintaan pelanggan akan dipenuhi.
Mata uang Belarus, rouble, jatuh 1 persen terhadap euro dan dolar pada Senin. Jatuhnya nilai tukar mata uang Belarus ini membuat pembayaran utang senilai US$2,5 miliar atau sekitar Rp37 triliun pada akhir tahun bertambah mahal. Bank Dunia memperkirakan bank sentral Belarus memiliki cadangan devisa kurang dari tiga bulan untuk impor.
Sumber: