TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Selandia Baru mengatakan kepada pengadilan pada Senin bahwa teroris penembakan di Christchurch, Brenton Tarrant, telah merencanakan serangan 15 Maret 2019 yang menewaskan 51 orang, dengan sangat cermat dan teliti.
Brenton Tarrant, seorang warga Australia, tiba di kota Dunedin, Selandia Baru, pada 2017. Dia mengajukan dan menerima lisensi senjata api di Selandia Baru, menurut pemaparan jaksa seperti dikutip dari Reuters, 24 Agustus 2020.
Antara akhir 2017 dan awal 2019, ia membeli koleksi senjata api bertenaga tinggi dengan sistem teropong spesifikasi militer dan teleskopik. Dia berlatih menembak di berbagai klub tembak.
Tarrant mengumpulkan lebih dari 7.000 butir amunisi dan membeli rompi antipeluru balistik gaya militer dan rompi taktis.
Dua bulan sebelum serangan, pada 8 Januari 2019 Tarrant melakukan perjalanan dari Dunedin ke Christchurch untuk pengintaian. Dia mempelajari rencana tata letak masjid dan meneliti kapan waktu tersibuk masjid.
Tarrant juga menerbangkan drone di atas target utamanya, Masjid An-Noor, dan fokus pada pintu masuk dan keluar.
Pada hari penyerangan, Tarrant mengirim pesan kepada anggota keluarga dan menjelaskan niatnya. Dia kemudian mengaktifkan kamera dengan siaran langsung ke Facebook dan mengirim email ke layanan parlemen dan beberapa media yang merinci ancaman.
Tarrant melancarkan serangan penembakan pada 15 Maret 2019 sore hari. Dia ditahan dalam perjalanan ke masjid ketiga setelah pertama kali menyerang Masjid An-Noor dan Pusat Islam Linwood.
Hari Penyerangan
Menurut laporan Stuff, kendaraannya penuh dengan senjata api, sejumlah besar amunisi yang dimuat sebelumnya ke dalam magazin, dan empat wadah bensin yang dimodifikasi yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai bom api yang akan digunakan untuk membakar masjid pada akhir penyerangan. Dia juga mengenakan baju armor balistik dan rompi taktis bergaya militer.
Pada sejumlah besar senjata api dan magazin yang dibawa ke Christchurch, Tarrant telah menulis berbagai nama dan tanggal yang merujuk pada tokoh dan peristiwa bersejarah seperti pertempuran dan tokoh dalam Perang Salib, serangan teror, dan simbol yang digunakan oleh anggota SS Nazi dari Latvia, Hongaria, Estonia, dan Norwegia.
Dia memarkir mobilnya di dekat Masjid An-Noor dan melakukan persiapan terakhirnya. Dia melilitkan salah satu rompi anti peluru di bagian belakang kursi pengemudi untuk memberikan perlindungan balistik saat mengemudi. Dia mengatur empat senjata api di depan penumpang dan kaki pengemudi agar mudah diambil. Dua senjata api yang tersisa diletakkan di bagasi belakang mobil di samping empat bom api rakitan.
Pada pukul 13.28 Tarrant mengirim manifesto Great Replacement ke situs web ekstremis. Pada pukul 13.31, dia mengirim pesan kepada keluarganya yang menguraikan maksud dan instruksi tentang bagaimana menghadapi media dan polisi setelah serangannya. Pada pukul 13.32 dia mengaktifkan GoPro, yang mulai merekam dan mengirim video langsung ke Facebook.
Dia mengirim email yang berisi manifesto dan ancaman spesifiknya untuk menyerang masjid Christchurch ke Layanan Parlemen dan berbagai agensi media nasional dan internasional. Ini dirancang untuk membatasi respons layanan darurat dan memastikan dia memiliki cukup waktu untuk melaksanakan rencananya.
Pada hari itu terdapat sekitar 190 jemaah, termasuk perempuan dan anak-anak, di dalam Masjid An-Noor, banyak di antaranya sedang salat. Empat puluh empat orang tewas di Masjid An-Noor.
Setelah menembaki orang di Masjid An-Noor, dia berhenti di jalan masuk Linwood Islamic Center, parkir di ujung jalan untuk menghentikan kendaraan lain yang masuk atau keluar.
Dia keluar dari mobilnya dengan senapan lever-action Uberti .357 Magnum dan berjalan ke tengah jalan masuk yang panjang. Tiga orang (Muhammad Raza dan orang tuanya Ghulam Hussain dan Karam Bibi) berdiri di samping sebuah kendaraan di dekat bagian belakang bangunan. Pria bersenjata itu menembaki ketiganya, membunuh mereka semua.
Dia kemudian melanjutkan ke sisi timur gedung dan menembaki bayangan kepala pria di jendela. Tujuh orang di Linwood Islamic Center tewas oleh aksi teror Tarrant.
Brenton Tarrant lalu mengemudi ke timur di sepanjang Linwood Ave sebelum berbelok ke kanan ke Aldwins Rd dan terus ke Brougham St, di mana petugas polisi menabrak mobil Tarrant. Brenton Tarrant tidak melawan saat dia ditangkap.
Saat diwawancarai polisi, dia mengaku hendak masuk ke masjid kedua dengan niat membunuh sebanyak mungkin orang. Dia mengatakan ingin membunuh lebih banyak orang dan sedang dalam perjalanan ke masjid Ashburton untuk melakukan serangan lain ketika dia dihentikan polisi.
Brenton Tarrant mengakui penembakan itu adalah "serangan teror" dan mengatakan dirinya termotivasi oleh keyakinan ideologisnya. Dia mengatakan dia bermaksud untuk menanamkan ketakutan pada populasi Muslim atau lebih umumnya imigran non-Eropa.
Brenton Tarrant mengaku mulai merencanakan serangan terhadap masjid-masjid Selandia Baru lainnya sebelum memutuskan penembakan di Christchurch.
Sumber: