TEMPO.CO, Jakarta - Israel dan Uni Emirat Arab kian dekat usai keduanya meneken kesepakatan normalisasi pekan lalu. Beberapa hal dilakukan mereka mulai dari membuka jaringan komunikasi hingga penerbangan langsung dari Israel. Perkembangan terbaru, Presiden Israel Reuven Rivlin, mengundang Pangeran Abu Dhabi ke Jerusalem.
"Ini adalah adalah langkah untuk membangun dan memperkuat hubungan saling percaya antara kami dan warga kami," ujar Reuven Rivlin dalam suratnya kepada Pangeran Mohammed bin Zayed al-Nahyan, dikutip dari kantor berita Reuters, Senin, 17 Agustus 2020.
Diberitakan pekan lalu, Israel dan Uni Emirat Arab meneken kesepakatan normalisasi. Hal tersebut menjadikan Uni Emirat Arab sebagai negara Arab ketiga dengan hubungan diplomatik ke Israel.
Kesepakatan itu sendiri disetujui dengan sejumlah alasan. Selain faktor ekonomi, Uni Emirat Arab dan Israel berdalih kesepakatan itu juga diteken untuk menyelamatkan Tepi Barat dari rencana aneksasi. Salah satu isi kesepakatan bernama Abraham Accord itu, pencaplokan Tepi Barat oleh Israel ditunda.
Meski sudah berdalih kesepakatan yang diteken akan menyelamatkan Tepi Barat, hal itu tidak menyelamatkan Israel dan Uni Emirat Arab dari kecaman. Berbagai negara Arab menyebut Uni Emirat mengakhianati Palestina demi kepentingan sendiri.
Menanggapi kecaman yang ada, Reuven Rivlin mengatakan bahwa kesepakatan dengan Uni Emirat Arab bukan langkah mudah. Namun, kata ia, Israel memutuskan untuk menyetujuinya demi menekan tensi konflik dengan negara-negara Arab, terutama Palestina.
"Dalam situasi seperti sekarang, kepemimpinan diukur dari keberanian dan kemampuan mengambil keputusan yang mendobrak dan jangka panjang," ujar Reuven Rivlin.
Secara terpisah, Organisasi Pembebasan Palestina mengkritik undangan Reuven Rivlin ke UEA. Menurut mereka, segala kunjungan oleh pejabat negara Arab ke Yerusalem lewat mekanisme normalisasi tak bisa diterima.
Perlu diketahui, kunjungan politik tingkat tingi ke Israel oleh pejabat Arab bukanlah hal umum. Selama ini, hal itu dianggap sensitif dan beresiko, apalagi di tengah masalah status Yerusalem yang diklaim Israel sebagai milik mereka seluruhnya.
ISTMAN MP | REUTERS