TEMPO.CO, Minsk – Aksi protes terhadap pemerintah Belarus pimpinan Presiden Alexander Lukashenko mulai mempengaruhi kalangan tentara dan polisi.
Lukashenko mengeklaim kemenangan pemilu Presiden Belarus sebanyak 80,1 persen dengan mengalahkan tokoh oposisi reformis Svetlana Tikhanovskaya.
Tikhanovskaya, yang menyatakan dirinya menang namun dicurangi pemerintah, melarikan diri ke Lithuania karena merasa keamanan diri dan keluarganya terancam.
Sebuah video di Instagram menunjukkan seorang mantan anggota pasukan khusus Belarus melemparkan seragamnya ke tong sampah sambil mengatakan dia tidak lagi merasa bangga.
“Hi semuanya. Saya melakukan sumpah untuk rakyat dan mencari tahu apa yang sedang terjadi di Minsk saat ini. Saya tidak bisa merasa bangga dengan tempat saya bertugas sebelumnya. Jadi saya tidak bisa lagi menyimpan seragam ini di rumah,” kata mantan tentara itu seperti dilansir CNN pada Jumat, 14 Agustus 2020.
Sebuah video lain menunjukkan seorang polisi bernama Ivan Kolos mengatakan dia menolak menjalankan ‘perintah kriminal’. Dia mendesak koleganya sesama polisi untuk tidak mengarahkan senjata api kepada para demonstran damai dan justru harus mendukung mereka.
“Dia juga mengatakan akan menjalankan perintah Svetlana Tikhanovskaya dan bukan dari Alexander Lukashenko,” begitu dilansir CNN.
Sejumlah demonstran di Belarus juga mengatakan mereka mengalami pemukulan, penyiksaan dan dipermalukan saat berada dalam tahanan pemerintah.
Aksi demonstrasi merebak di sejumlah kota termasuk di Ibu Kota Minks, Belarus, untuk menolak hasil pemilu yang dimenangkan inkumben Presiden Alexander Lukashenko.
Otoritas Belarus mengatakan ada sekitar 6,700 orang demonstran ditangkap dengan sekitar 2 ribu orang telah dibebaskan. “Munculnya tuduhan soal penyiksaan oleh aparat ini tampaknya memicu kemarahan publik terhadap pemerintah,” begitu dilansir CNN.