TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 100 ribu pekerja asing (ekspatriat) akan secara permanen meninggalkan Kuwait pada akhir tahun ini. Sumber di keamanan Kuwait mengatakan kampanye telah ditingkatkan dalam beberapa bulan terakhir untuk mengatasi masalah jual-beli izin tinggal permanen.
Dikutip dari middleeastmonitor.com, ada sekitar 450 perusahaan yang saat ini dalam penyelidikan dan 300 kasus diajukan ke pengadilan menyusul diberlakukannya kampanye mengatasi jual-beli izin tinggal permanen.
Menurut sejumlah sumber, hasil investigasi terhadap sekitar 100 ribu pekerja asing, ditemukan mereka terdaftar di perusahaan-perusahaan palsu atau tempat dimana mereka sebenarnya tidak bekerja di sana. Imbasnya, mereka harus membayar uang izin tinggal permanen dalam jumlah yang besar.
Sebelumnya pada bulan lalu, terungkap ada sekitar 40 ribu ekspatriat yang sampai sekarang masih terkatung-katung di luar Kuwait akibat dampak kebijakan untuk meredam virus corona. Ribuan ekspatriat itu tidak bisa memperbaharui izin tinggal mereka dan mereka tidak bisa kembali ke Kuwait tanpa visa yang sah.
Pada Mei 2020, anggota parlemen Kuwait telah mengajukan sebuah undang-undang untuk mengatasi ketidakseimbangan demografis antara pekerja asing dan warga negara Kuwait. Apabila undang-undang ini akhirnya disetujui, maka bisa membuat ratusan ribu ekspatriat terkena PHK dan digantikan oleh warga lokal.
Sumber di Pemerintah Kuwait mengatakan ada 92 ribu ekspatriat meninggalkan Kuwait dalam periode April – Juni 2020. Dari jumlah tersebut, termasuk didalamnya imigran ilegal.
Pada April 2020, Pemerintah Kuwait mengumumkan pemberian amnesti yang menawarkan kepada para pekerja asing ilegal keringanan hukuman jika mereka dengan sukarela pulang ke negara asal. Diperkirakan ada sekitar 3,4 juta ekspatriat di Kuwait, padahal populasi negara itu hanya 4,8 juta jiwa.