TEMPO.CO, Beirut – Pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, mengatakan kelompoknya akan menunggu hasil investigasi ledakan di Beirut, Lebanon.
Ledakan yang terjadi pada 4 Agustus 2020 itu dipicu kebakaran yang terjadi di gudang amonium nitrat sebanyak 2,750 ton di pelabuhan Lebanon. Sekitar sepuluh pemadam kebakaran sempat dikerahkan ke lokasi sebelum gudang itu meldak.
Ledakan ini menewaskan 178 orang dengan sekitar enam ribu orang terluka dan ribuan bangunan rusak ringan hingga berat.
“Siapa yang berada di balik aksi sabotase ini? Bisa kelompok ini dan itu, dan bisa juga Israel, yang tidak seorangpun bisa membantah,” kata Hassan Nasrallah seperti dilansir Reuters pada Jumat, 14 Agustus 2020.
Nasrallah, yang memimpin milisi Hizbullah dan disokong Iran, mengatakan salah satu kemungkinan sabotase itu adalah adanya kebakaran yang disengaja atau peledakan bom kecil sebagai pemicu. Kemungkinan kedua adalah terjadi kecerobohan yang memicu kebakaran di dalam gudang.
Soal ini, Presiden Lebanon, Michel Aoun, mengatakan tim investigator internasional dari sejumlah negara dilibatkan untuk mengetahui apakah ledakan terbesar dalam sejarah negara itu sebagai akibat kecerobohan, kecelakaan, atau gangguan eksternal.
Ledakan di Beirut ini membuat kondisi ekonomi Lebanon yang sedang resesi menjadi semakin parah. Ada sekitar 300 ribu warga yang kehilangan rumah karena dampak ledakan itu.
CNN melansir mata uang pound milik Lebanon semakin terpuruk karena hancurnya perekonomian negara. Proses negosiasi utang dengan Dana Moneter Internasional atau IMF juga mengalami kemandekan.
IMF meminta pemerintah Lebanon melakukan reformasi ekonomi dan pemberantasan korupsi. Permintaan ini mendapat dukungan luas dari negara Barat seperti Prancis dan Amerika Serikat.