TEMPO.CO, Jakarta - Menantu Donald Trump dan penasihat senior Gedung Putih, Jared Kushner, mengatakan pada Jumat normalisasi Arab Saudi dan Israel tidak dapat terelakkan setelah Amerika Serikat berhasil menengahi kesepakatan Uni Emirat Arab dan Israel.
Negara-negara Arab yang dekat dengan Israel menyambut kesepakatan tersebut, termasuk Bahrain dan Mesir, meski Arab Saudi tetap bungkam.
Arab Saudi, seperti Israel dan UEA, menjadikan Iran sebagai musuh bersama dan mempertahankan hubungan dekat dengan Washington.
Jared Kushner, yang dilaporkan berperan dalam perantara perjanjian Israel-UEA, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan CNBC pada Jumat bahwa generasi muda Arab Saudi mengagumi Israel dan mencari hubungan dengan negara Yahudi tersebut.
"Mereka melihat Israel hampir seperti Silicon Valley di Timur Tengah dan mereka ingin terhubung dengannya sebagai mitra dagang, sebagai mitra teknologi, sebagai mitra keamanan," kata Kushner kepada CNBC, dikutip dari Times of Israel, 15 Agustus 2020..
Generasi yang lebih tua, katanya, masih terjebak dalam konflik di masa lalu dan terlepas dari upaya modernisasi negara tersebut baru-baru ini, Kushner mengatakan "Anda tidak dapat mengubah kapal perang dalam semalam."
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud mengalungkan medali emas pada Presiden AS Donald Trump di Istana Kerajaan, Riyadh, Arab Saudi, 20 Mei 2017. Medali emas itu diberikan saat Trump melakukan perjalanan luar negeri perdananya yang dimulai dari Saudi. Saudi Press Agency/Handout via REUTERS
Terlepas dari penentangan dari beberapa generasi yang lebih tua, Kushner meramalkan bahwa kesepakatan hari Kamis akan berfungsi sebagai katalisator untuk membuka hubungan antara Israel dan negara-negara Arab lainnya, termasuk Arab Saudi.
"Saya pikir kita memiliki negara-negara lain yang sangat tertarik untuk bergerak maju (dengan normalisasi) dan karena itu terus berlanjut, saya pikir itu adalah keniscayaan bahwa Arab Saudi dan Israel akan sepenuhnya menormalisasi hubungan dan mereka akan dapat melakukan banyak hal besar bersama," kata Kushner.
Channel 13 Israel pada Jumat malam mengutip sumber-sumber Arab yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan bahwa Saudi kemungkinan akan meningkatkan kerja sama dengan Israel setelah kesepakatan UEA, meskipun mereka tidak diharapkan untuk menandatangani kesepakatan secara resmi pada tahap ini.
Channel 13 juga mengatakan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dan Putra Mahkota UEA Mohammed bin Zayed telah bekerja sama dengan Presiden Trump dalam kesepakatan UEA-Israel.
Ketika media dan orang-orang di Uni Emirat Arab memuji kesepakatan negara Teluk untuk menormalisasi hubungan dengan Israel sebagai kemenangan diplomatik yang membantu Palestina, Arab Saudi tidak buka suara soal kesepakatan itu.
Para pengamat melihat kesepakatan Uni Emirat Arab dan Israel yang diumumkan pada Kamis sebagai dorongan strategis untuk posisi regional dan global UEA, yang dapat menempatkannya di depan tetangga dan sekutunya yang kuat di Arab Saudi, terutama dalam hubungan kritis dengan Washington, menurut Reuters.
Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan menghadiri KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Mekkah, Arab Saudi 30 Mei 2019. [Bandar Algaloud / Atas Perkenan Kerajaan Saudi / Handout via REUTERS]
Arab Saudi adalah ekonomi terbesar di Teluk dan pengekspor minyak terbesar di dunia, tetapi UEA dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin tegas dalam kebijakan luar negerinya sendiri, terutama di titik panas regional seperti Libya, Sudan, dan Yaman.
Pada Juli 2019, UEA mengatakan menarik pasukannya dari Yaman di mana ia bersama-sama dengan Arab Saudi memimpin koalisi dukungan Barat memerangi Houthi yang bersekutu dengan Iran sejak 2015.
Meskipun belum ada komentar resmi dari Saudi tentang pakta UEA-Israel sejauh ini, pengguna Twitter di kerajaan tersebut berbagi foto mendiang Raja Faisal, yang selama perang Arab-Israel Oktober 1973 memimpin embargo minyak yang bertujuan untuk menghukum Amerika Serikat dan negara lain atas dukungan mereka terhadap Israel.
"Jika semua orang Arab setuju untuk menerima keberadaan Israel dan memecah belah Palestina, kami tidak akan pernah bergabung dengan mereka," twit salah satu warganet mengutip kata-kata Raja Faisal.
Pada Kamis pagi, tagar bahasa Arab "Gulfis_Against_Normalisation" menjadi tren di urutan ketiga di Arab Saudi.
Arab Saudi, sekutu dekat AS, telah diperintah oleh Raja Salman yang berusia 84 tahun sejak 2015. Dia telah mengawasi perubahan besar di dalam dan luar negeri yang dipimpin oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman atau MBS, sebagai penguasa de facto dan penerus takhta berikutnya.
Baik Arab Saudi maupun Israel memandang Iran sebagai ancaman utama bagi Timur Tengah. Meningkatnya ketegangan antara Teheran dan Riyadh telah memicu spekulasi bahwa kepentingan bersama dapat mendorong Saudi dan Israel untuk bekerja sama, dan ada tanda-tanda dalam beberapa tahun terakhir keduanya semakin dekat.
Namun, posisi Raja Salman sebagai penjaga situs paling suci umat Islam mempersulit kerajaan untuk mengambil langkah yang sama seperti UEA, sementara status Yerusalem tetap belum terselesaikan dan kesepakatan damai Palestina dengan Israel tetap masih jauh dari angan-angan.