TEMPO.CO, Jakarta - Turki bergabung dalam rombongan negara-negara yang mengutuk kesepakatan normalisasi Uni Emirat Arab - Israel. Menurut Kementerian Luar Negeri Turki, kesepakatan yang disebut Abraham Accord tersebut adalah tindakan yang munafik dari Uni Emirat Arab.
"Uni Emirat Arab, yang mengejar ambisi atas rencana Amerika yang prematur dan bermasalah, melupakan kekuatan Palestina," ujar pernyataan pers Turki, dikutip dari Al Jazeera, Jumat, 14 Agustus 2020.
Diberitakan sebelumnya, Uni Emirat Arab dan Israel meneken kesepakatan normalisasi pada tanggal 13 Agustus kemarin. Pada kesepakatan yang melibatkan Amerika sebagai broker tersebut, salah satu isinya terkait penghentian aneksasi Tepi Barat oleh Israel. Selain itu, menjadikan Uni Emirat Arab sebagai negara teluk Arab pertama yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Uni Emirat Arab berdalih keputusan itu mereka ambil untuk menghentikan aneksasi Tepi Barat oleh Israel. Namun, oleh berbagai pihak, pernyataan itu dianggap tak lebih dari omong kosong atau tindakan munafik seperti yang dinyatakan Turki.
Salah satu alasannya, karena hubungan baik Uni Emirat Arab dengan Israel sudah menjadi rahasia umum. Padahal, ia seharusnya konsisten membela Palestina. Di sisi lain, aneksasi Tepi Barat sendiri ditentang di Israel, terutama oleh Benny Gantz yang merupakan pemimpin alternatif dari Israel.
Pemerintah Turki berkeyakinan bahwa tidak akan ada hal baik muncul dari kesepakatan Uni Emirat Arab dan Israel tersebut. Kalaupun ada, hal itu adalah untuk Uni Emirat Arab, Amerika, dan Israel, bukan untuk negara-negara Arab dan Palestina.
"Lagipula, Uni Emirat Arab tidak memiliki wewenang mewakili Palestina dalam negosiasi dengan Israel apabila tidak disetujui warga dan administrasi terkait," ujar Kementerian Luar Negeri Turki.
"Sejarah dan negara-negara Arab tidak akan pernah melupakan dan memaafkan tindakan ini. Uni Emirat Arab berdalih kesepakatan itu untuk Palestina, sejatinya untuk kepentingan mereka sendiri," ujar Kementerian Luar Negeri Turki mengakhiri pernyataan persnya.
ISTMAN MP | AL JAZEERA