TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar seperempat klinik kesehatan di Korea Selatan pada Jumat, 14 Agustus 2020, tutup sebagai bentuk aksi mogok kerja selama satu hari. Mereka memprotes rencana pemerintah yang akan melatih dokter-dokter baru menyusul naiknya jumlah kasus virus corona di dalam negeri sejak akhir Maret 2020.
Dikutip dari asiaone.com, Pemerintah Korea Selatan rencananya akan meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran sampai lebih dari 4 ribu orang dalam tempo 10 tahun ke depan. Hal itu ditujukan agar Negeri Ginseng itu bisa lebih siap dalam menghadapi krisis kesehatan masyarakat, contoh pandemik virus corona.
Pejalan kaki dengan masker wajah menyeberang jalan di tengah penyebaran virus corona di Seoul, Korea Selatan, 28 Mei 2020. [REUTERS / Kim Hong-Ji]
Akan tetapi, Asosiasi Tenaga Medis Korea (KMA) mengatakan Korea Selatan sudah punya lebih dari cukup tenaga dokter. KMA adalah lembaga yang juga mengkoordinir aksi mogok kerja pada Jumat tersebut. Ratusan dokter dan koas melakukan protes di luar gedung parlemen pada Jumat, 14 Agustus 2020.
Di Korea Selatan, setidaknya ada 8.365 tenaga dokter dari total 33.836 fasilitas medis, termasuk klinik swasta. Para dokter yang protes tersebut mengancam akan melakukan aksi turun ke jalan lagi dengan jumlah orang yang memprotes lebih banyak.
“Dalam 10 tahun terakhir, jumlah dokter per seribu orang naik 3,1 persen per tahun atau enam kali lebih besar dari rata-rata negara anggota OECD,” demikian pernyataan KMA.
Aksi mogok kerja para dokter tersebut terjadi saat Korea Selatan melaporkan ada 103 kasus baru virus corona. Dari jumlah tersebut, 85 kasus adalah kasus penularan antar warga lokal. Jumlah itu penularan tertinggi secara lokal sejak 31 Maret 2020.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korea Selatan mengatakan dengan adanya kasus-kasus baru virus corona ini, maka total ada 14.873 infeksi virus corona di Korea Selatan. Sedangkan sampai Kamis malam, 13 Agustus 2020, total ada 305 kasus yang berakhir dengan kematian.