TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia membawa isu pandemik virus corona ke Dewan Keamanan PBB yang berlangsung pada Rabu, 12 Agustus 2020. Isu ini penting mengingat wabah Covid-19 telah berdampak pada perdamaian dan keamanan internasional.
Menurut Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, membawa isu pandemik ke Dewan Keamanan PBB merupakan hal yang tidak mudah karena dinamika dan perbedaan pandangan anggota Dewan Keamanan PBB yang cukup tajam mengenai isu ini. Perbedaan ini tampak jelas saat membahas draft Resolusi terkait Pandemik. Diperlukan waktu kurang lebih empat bulan untuk menyelesaikan negosiasi draft Resolusi tersebut.
Resolusi 2532 mengenai dukungan terhadap seruan gencatan senjata Sekjen PBB dan upaya melawan Covid-19, berhasil di adopsi pada 1 Juli 2020.
“Kita bersyukur karena kredibilitas dan rekam jejak politik luar negeri Indonesia selama ini khususnya di Dewan Keamanan PBB (DK PBB), seluruh negara anggota DK PBB mendukung Indonesia membahas pandemik dan tantangan bina damai secara komprehensif untuk pertama kalinya di DK PBB. Tema debat tadi (12 Agustus 2020) merupakan perwujudan dari Diplomasi Perdamaian Indonesia di masa pandemic,” kata Retno.
Orang-orang yang mengenakan masker tampak melihat foto hasil jepretan di tepi Sungai Thames di London, Inggris, Sabtu, 1 Agustus 2020. Pemerintah Inggris pada Jumat lalu mengumumkan penundaan pelonggaran beberapa langkah pembatasan menyusul jumlah infeksi coronavirus yang meningkat. (Xinhua/Han Yan)
Pandemi virus corona dikhawatirkan dapat membawa negara-negara yang baru bangkit dari situasi konflik, terseret kembali ke jurang krisis dan negara yang masih dalam situasi konflik akan lebih terpuruk lagi. Pandemik ini juga semakin merumitkan kerja pasukan perdamaian PBB dan upaya proses mediasi di lapangan. Situasi ini dikhawatirkan pula dapat merusak hasil upaya pemeliharaan perdamaian yang telah diperjuangkan selama bertahun-tahun.
“Kita tidak ingin kerja keras untuk membangun dan memelihara perdamaian harus mengalami kemunduran karena pandemi ini. Sekjen PBB dalam pidatonya menyampaikan meskipun pandemik menimbulkan kerentanan sosial-ekonomi yang dapat menciptakan instabilitas, namun di saat yang sama menciptakan sejumlah peluang,” kata Retno.
Di beberapa negara konflik, telah terjadi gencatan senjata dan deskalasi konflik sebagai akibat dari merebaknya virus Covid-19.
Dalam High-Level Open Debates Dewan Keamanan PBB pada Rabu, 12 Agustus 2020, Menlu Retno menyampaikan tiga poin utama dalam pernyataan nasional Indonesia. Pertama, bina damai atau sustaining peace harus menjadi bagian dari respon komprehensif dalam penanganan pandemi.
Kedua, bina damai memerlukan sinergi yang kuat di antara semua badan di bawah sistem PBB. Semua badan PBB harus bekerja secara koheren untuk mengatasi pandemi dari seluruh aspek yang terkait, termasuk mengintegrasikan kerentanan potensi konflik dalam masa pandemi Covid-19. Contohnya, Dewan Keamanan PBB harus memainkan peran untuk memastikan implementasi Resolusi 2532 yang menyerukan penghentian kekerasan atas dasar kemanusiaan (humanitarian pause) selama 90 hari.
Ketiga, bina damai mengharuskan optimalisasi sumber daya secara tepat guna.
Dalam pernyataan nasional Indonesia, Menlu Retno mengutip laporan Sekjen PBB mengenai “Peacebuilding and Sustaining Peace” yang mengatakan terjadi penurunan bantuan ODA yang didedikasikan untuk peacebuilding di negara-negara konflik.
Negara-negara konflik tersebut dihadapkan pada pilihan yang berat yaitu mengutamakan peacebuilding atau menggunakan pendanaan untuk infrastruktur kesehatan. Oleh karena itu penting sekali bagi seluruh pihak untuk mengoptimalkan penggunaan dana yang ada.