TEMPO.CO, Jakarta - Kantor konsulat Cina di Houston, Amerika Serikat sudah lama masuk dalam radar Biro Investigasi Federal Amerika Serikat atau FBI. Sumber di Kementerian Kehakiman Amerika Serikat pada Rabu, 12 Agustus 2020 mengatakan kantor konsulat tersebut diduga berusaha mencuri kekayaan intelektual Amerika Serikat.
John Demers Asisten Jaksa Agung bidang keamanan nasional dalam sebuah acara diskusi yang digelar lembaga kajian Center for Strategic and International Studies di Washington mengatakan kantor konsulat Cina di Houston tidak dipilih secara random ketika Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada akhir bulan lalu memutuskan untuk menutupnya. Keputusan itu diambil untuk mengganggu dugaan pelacakan.
Gaya "kembaran" Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan "kembaran" Presiden AS Donald Trump, saat menyapa warga yang melintas di depan gedung Konsulat AS di Hong Kong, Cina, 25 Januari 2017. REUTERS/Bobby Yip
Menurut Demers, ada sekitar 50 kejadian di 30 kota berbeda di Amerika Serikat, di mana industri mata-mata dan kekayaan intelektual yang menguntungkan bagi Cina baru-baru ini dilaporkan. Sedangkan penutupan kantor konsulat Cina di Houston hanyalah ujung dari puncak gunung es.
Sebagian besar lembaga di Pemerintah Amerika Serikat khawatir hal ini mengarah pada gerakan membatasi penggunaan aplikasi TikTok, di mana warga Amerika memberikan akses data pribadi mereka pada aplikasi itu, yang kadang termasuk daftar kontak users dan data lokasi. TikTok adalah media sosial asal Cina.
Dikutip dari reuters.com, penggunaan teknologi buatan Huawei dalam pengembangan dan pembangunan jaringan 5G di Amerika Serikat dan jaringan telepon, bisa membuat data warga Amerika Serikat terekspos. Untuk itu, Presiden Trump melakukan upaya besar memastikan sekutu-sekutu Amerika Serikat di Eropa dan Asia waspada dan tidak mengizinkan peralatan buatan Cina masuk dalam jaringan telekomunikasi mereka.
Demers mengatakan diperkirakan bakal semakin banyak dakwaan kriminal Amerika Serikat yang menuding keterlibatan Cina dalam pembajakan (data dalam komputer) sepanjang 2020. Kementerian Kehakiman Amerika Serikat telah menugaskan kembali sejumlah jaksa penuntut untuk menangani penuntut terkait Cina.