TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Menteri Hukum Lebanon, Marie-Claude Najem, menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan membuka akses investigasi internasional terkait insiden ledakan di Beirut. Ia berkata, proses hukum atas insiden itu masih bisa dilakukan oleh otoritas hukum Lebanon.
Marie-Claude Najem mengakui bahwa keputusan untuk menutup akses investigasi internasional bukanlah hal yang populer, apalagi di tengah kemarahan masyarakat yang memuncak. Walau begitu, kata ia, pemerintah Lebanon optimistis bisa kembali meraih simpati masyarakat lewat investigasi yang dijalankan sendiri.
"Ledakan yang terjadi di Beirut pekan lalu justru menjadi kesempatan kami untuk kembali meraih kepercayaan publik, ujar Marie-Claude Najem sebagaimana dikutip dari kantor berita Al Jazeera, Kamis, 13 Agustus 2020.
Diberitakan sebelumnya, gudang penyimpanan ammonium nitrat di Pelabuhan Beirut meledak pada pekan lalu. Hal tersebut menewaskan 170 orang dan melukai kurang lebih 6000 orang. Bahkan, hingga sekarang, masih ada puluhan warga yang dinyatakan hilang pasca ledakan tersebut.
Banyak warga menyalahkan Pemerintah Lebanon atas insiden itu. Sebab, ammonium nitrat, yang menjadi sumber ledakan terkait, sudah lama dibiarkan pemerintah mengendap di Pelabuhan Beirut. Dengan kata lain, insiden berdarah tidak akan terjadi apabila Pemerintah Lebanon sigap mengamankan ammonium nitrat dari Pelabuhan Beirut jauh-jauh hari.
Atas insiden yang terjadi, Pemerintah Lebanon telah menahan belasan pejabat pelabuhan yang dirasa bertanggung jawab. Namun, sejumlah pihak merasa hal itu masih kurang. Mereka meminta akses investigasi internasional dibuka agar penyebab ledakan tidak ditutup-tutupi. Salah satu yang meminta adalah Presiden Prancis Emmanuel Macron serta Amnesty International.
"Jika kalian melihat cara kerja penegah hukum selama ini ditambah pelanggaran berat yang diterima warga Lebanon, sulit untuk mempercayai penanganan kasus sebesar ini ke mereka," ujar Direktur Amnesty International untuk urusan Timur Tengah, Lynn Maalouf.
ISTMAN MP | AL JAZEERA