TEMPO.CO, Jakarta - Ekonomi Inggris menyusut sampai 20,4 persen pada kuartal kedua 2020. Penurunan itu terburuk secara triwulan dalam catatan Inggris sejak 1955 sehingga bisa mendorong negara itu dalam resesi.
Dikutip dari edition.cnn.com, GDP Inggris pada periode April – Juni 2020 anjlok dibanding kuartal pertama tahun ini. Sektor industri di Inggris paling terpukul akibat kebijakan lockdown yang diberlakukan pemerintah Inggris demi menghentikan penyebaran virus corona. Sektor jasa, produksi dan konstruksi juga memperlihatkan penurunan.
“Angka hari ini mengkonfirmasikan Inggris sedang mengalami hari-hari yang sulit. Ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan dan sedihnya dalam beberapa bulan ke depan akan lebih banyak orang terkena PHK. Kendati dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit, kita bisa melalui ini dan saya bisa pastikan tidak ada seorang pun yang tidak punya harapan atau kesempatan,” kata Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak.
Orang-orang berjalan di Jembatan Milenium dengan latar pemandangan Katedral St. Paul di London, Inggris, Sabtu, 1 Agustus 2020. Pemerintah Inggris pada Jumat lalu mengumumkan penundaan pelonggaran beberapa langkah pembatasan menyusul jumlah infeksi coronavirus yang meningkat. (Xinhua/Han Yan)
Inggris memberlakukan lockdown ketat dua pekan setelah Italia memberlakukannya dan 10 hari setelah Spanyol menerapkan lockdown setelah kasus virus corona memperlihatkan kenaikan. Itu artinya, dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengendalikan virus corona, yang juga waktu lebih panjang bagi aktivitas bisnis untuk tutup.
Sebelumnya pada Juni 2020, Inggris sudah melonggarkan aturan pembatasan ruang gerak masyarakat demi mendorong perekonomian. Upaya ini bisa dibilang berhasil karena GDP naik 8,7 persen pada bulan tersebut.
Perekonomian Inggris sangat bergantung pada sektor jasa dan pengeluaran rumah tangga, di mana kedua sektor itu telah memperlihatkan penurunan pada kuartal kedua 2020 karena konsumen yang ‘terjebak’ di rumah saja, menghabiskan lebih sedikit uang dan lebih banyak memilih untuk menabung. Saat yang sama, jutaan pekerja mengalami PHK.
Di Inggris, ada sekitar 730 ribu pengangguran yang terjadi sejak Maret 2020 saat pandemik virus corona memaksa aktivitas bisnis di Inggris tutup. Kalangan muda, tua dan wirausaha harus menanggung beban krisis pengangguran.
Kallum Pickering, ekonom senior dari Barenberg, mengatakan GDP Inggris diproyeksi tidak akan memperlihatkan angka yang bagus sepanjang sisa tahun ini. Sedangkan Confederation of British Industry mengatakan pemulihan ekonomi yang berkesinambungan, tampaknya masih belum akan terjadi mengingat pandemik virus corona masih terjadi dan kendala arus kas membuat banyak perusahaan terseok-seok menjalankan bisnis. Ketidak-pastian hubungan Uni Eropa – Inggris juga belum membantu.