TEMPO.CO, Washington – Peretas komputer, yang diduga terkait pemerintah Cina, menyasar infrastruktur pemilu Presiden Amerika Serikat menjelang pelaksanaan pemilu Presiden pada November 2020.
Penasehat Keamanan Nasional Gedung Putih, Robert O’Brien, mengatakan ada indikasi tingkat gangguan lebih aktif dari Cina.
“Mereka ingin melihat Presiden kalah,” kata O’Brien kepada CBS seperti dilansir Reuters pada Ahad, 9 Agustus 2020.
O’Brien melanjutkan gangguan terhadap infrastruktur pemilu juga datang dari sejumlah negara lain seperti Rusia dan Iran.
“Cina, seperti Rusia, seperti Iran, mereka terlibat dalam serangan siber dan phishing dan hal seperti itu terkait infrastruktur pemilu kita, terkait situs Internet,” kata dia. Phising adalah salah satu teknik peretasan, yang kerap digunakan peretas untuk menjebak targetnya.
Soal ini, pemerintah Cina telah membantah secara konsisten klaim pemerintah AS bahwa peretas dari negaranya telah meretas perusahaan AS, politikus dan lembaga-lembaga pemerintah.
“Pemilu Presiden AS adalah urusan internal, kami tidak punya kepentingan untuk mengganggunya,” kata Geng Shuang, juru bicara kementerian Luar Negeri Cina, pada April.
O’Brien mengatakan pemerintah AS menemukan para peretas mencoba menginfiltrasi situs milik kemenlu, yang mengelola pemilu pada tingkat lokal, dan mengoleksi data warga.
“Ini merupakan keprihatinan dan bukan hanya Rusia,” kata O’Brien. “Bakal ada konsekuensi serius bagi setiap negara yang mencoba mengintervensi pemilu kita (Amerika) yang bebas dan adil,” kata dia.